Kamis 20 Aug 2020 12:45 WIB

BIN akan Ikuti Hasil Analisa BPOM 

BPOM meminta peneliti merevisi dan memperbaiki hasil penelitiannya sesuai kaidah.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menyimak pertanyaan dari wartawan terkait perkembangan uji klinik obat kombinasi baru untuk COVID-19 di Jakarta, Rabu (19/8/2020). Kepala BPOM menyatakan hasil uji klinik tahap tiga obat kombinasi baru untuk COVID-19 hasil kerja sama TNI AD, BIN dan Universitas Airlangga (Unair) belum valid, pihaknya meminta peneliti untuk merevisi dan memperbaiki lagi hasil penelitiannya sesuai kaidah yang sudah ditentukan BPOM.
Foto: ANTARA /Nova Wahyudi
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menyimak pertanyaan dari wartawan terkait perkembangan uji klinik obat kombinasi baru untuk COVID-19 di Jakarta, Rabu (19/8/2020). Kepala BPOM menyatakan hasil uji klinik tahap tiga obat kombinasi baru untuk COVID-19 hasil kerja sama TNI AD, BIN dan Universitas Airlangga (Unair) belum valid, pihaknya meminta peneliti untuk merevisi dan memperbaiki lagi hasil penelitiannya sesuai kaidah yang sudah ditentukan BPOM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Intelijen Negara (BIN) akan mengikuti hasil analisa yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait obat Covid-19 yang mereka kerjakan bersama Universitas Airlangga (Unair) dan TNI Angkatan Darat (AD). Mereka tak mempersoalkan hasil analisa BPOM karena memang sudah melakukan koordinasi sejak awal uji klinis dilakukan.

"Kalau memang ada yang kurang, terus ditindaklanjuti. Kalau soal belum disampaikan lagi, itu kan soal waktu karena memang perbaikan kan perlu waktu," ujar Deputi VII BIN Wawan Hari Putranto saat dikonfirmasi, Kamis (20/8).

Wawan menjelaskan, sejal awal mula uji klinis hingga uji klinis tahap ketiga, pihaknya selalu berkomunikasi dengan BPOM. Melalui komunikasi itulah obat tersebut bisa sampai pada tahap ini. Karena itu, jika memang hasil analisa BPOM menunjukkan hasil yang valid, maka perbaikan akan kembali dilakukan.

"Jadi nggak apa-apa nanti kita perbaiki, perbaiki, makanya saya selalu bilang kritik dan saran masukan itu ndak masalah," jelas Wawan.

Dia mengatakan, pihaknya sebenarnya menargetkan obat tersebut mendapatkan izin edar secepatnya karena melihat kondisi yang darurat. Namun, BIN juga memahami, ketentuan-ketentuan yang ada sebelum sampai penerbitan izin edar tidak boleh dilewatkan begitu saja.

"Secapatnya lebih bagus. Meskipun demikian tidak boleh meninggalkan ketentuan. Jadi, intinya cepat tapi sesuai," ungkap dia.

Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito didampingi Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Ali Gufron Mukti, anggota tim KOMNAS Penilai Obat dan Tim Ahli Rianto Setiabudy dan Anwar Santoso memberikan keterangan pers kepada wartawan terkait perkembangan uji klinik obat kombinasi baru untuk Covid-19 di Jakarta, Rabu (19/8)

Kepala BPOM menyatakan, hasil uji klinik tahap tiga obat kombinasi baru untuk COVID-19 hasil kerja sama TNI AD, BIN dan Unair belum valid, pihaknya meminta peneliti untuk merevisi dan memperbaiki lagi hasil penelitiannya sesuai kaidah yang sudah ditentukan BPOM.

Pada Sabtu (15/8) lalu, Unair menyatakan, telah menyelesaikan penelitian obat untuk penanganan pasien Covid-19. Penelitian yang dilakukan bersama TNI AD, BIN, itu disebut akan menjadi obat pertama untuk penyakit Covid-19 di dunia.

"Karena ini akan menjadi obat baru, maka diharapkan ini akan menjadi obat Covid-19 pertama di dunia," kata Rektor Unair, Mohammad Nasih, dalam acara penyerahan hasil uji klinis fase III di Mabes TNI AD, Jakarta Pusat, Sabtu (15/8) lalu.

Menurut Nasih, obat baru tersebut merupakan hasil kombinasi dari tiga jenis obat. Dia mengatakan, di luar negeri ketiga obat itu diberikan satu per satu kepada pasien. Hasil kombinasi itu menunjukkan efektivitas yang besar.

Selain itu, kata dia, dosis yang dihasilkan pun lebih rendah jika dibandingkan saat obat itu diberikan secara satu per satu kepada pasien. Dia mengklaim, meskipun hasil kombinasi, BPOM tetap menganggap obat yang dihasilkan Unair digolongkan pada obat baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement