REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menegaskan, untuk membangun sebuah keluarga harus mempersiapkan faktor-faktor tertentu. Di antaranya biologis, ekonomi, dan psikologis.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, membangun keluarga membutuhkan beberapa hal. "Yaitu faktor biologis, ekonomi, dan psikologis. Mungkin lebih banyak membutuhkan (kesiapan) sisi ekonomi," ujar Hasto saat webinar BKKBN bertema Keluargaku, Indonesiaku, Selasa (18/8).
Artinya, ia melanjutkan, status ekonomi yang baik dibutuhkan ketika akan membina rumah tangga. Kemudian faktor biologis dan psikologis juga tidak boleh dilupakan. Hendaknya perempuan tidak memiliki anak saat berusia terlalu muda, terlalu tua, atau terlalu sering melahirkan dengan jarak setiap anak kurang dari tiga tahun, dan jangan terlalu banyak.
"Jika tiga faktor ini dijalankan dengan baik maka (keluarga) tentram, mandiri, dan kebahagiaan bisa terwujud," kata dia.
Oleh karena itu, Hasto meminta masyarakat harus bisa membangun keluarga yang berkualitas. Karena kualitas keluarga dan generasi saat ini sangat utama untuk bisa mentransformasikan peluang bonus demografi menjadi bonus kesejahteraan. Sebab, bonus demografi tidak otomatis bisa menjadi bonus kesejahteraan.
Banyak syarat yang harus dipenuhi dan yang harus mengawal syarat-syarat ini adalah generasi sekarang. Karena itu, ia meminta masyarakat harus mawas diri dalam menghadapi bonus demografi juga karena peluang ini tidak berlangsung lama.
Di satu sisi, BKKBN juga menargetkan bisa melakukan intervensi pada keluarga yang menjadi unit terkecil dan diharapkan ini menjadi langkah strategis. BKKBN telah mendapatkan usulan untuk memetakan keluarga. Sejauh ini, BKKBN telah mensurvei 20.400 keluarga di Tanah Air.
Hasto menyebutkan banyak hal yang ditanyakan termasuk ketika ditanya siapa yang melakukan pekerjaan rumah maka 49 persen dijawab perempuan dan 34,3 persen perempuan dominan, dan laki-laki tidak ada. Kemudian siapa yang membeli kebutuhan rumah tangga, sebesar 53,8 persen suami dan istri, kemudian 22,8 persen adalah perempuan dominan.
Kemudian, dia melanjutkan, pihak yang mengingatkan ibadah ternyata lebih didominasi perempuan. Selain itu, dia menambahkan, pihaknya juga bertanya mengenai keluarga dalam menghadapi pandemi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19).