REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Prof Paulus Wirutomo mengatakan hingga saat ini kontrol sosial dari masyarakat terhadap orang-orang yang tidak menggunakan masker masih belum berjalan dengan baik. Kontrol sosial hanya berjalan di lingkungan tertentu saja.
"Jadi kontrol sosial ini belum begitu jalan di masyarakat," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Sebagai contoh, kata dia, kondisi tersebut dapat dijumpai di sekitar permukiman masyarakat bantaran sungai atau pemukiman kumuh Jakarta. Pada umumnya mereka tidak peduli apabila ada individu yang tidak menggunakan masker saat keluar rumah. Namun, kontrol sosial terhadap penggunaan masker sudah berjalan cukup baik di lingkungan pendidikan, misalnya sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan sebagainya.
"Saya sebagai seorang dosen kalau masuk kampus tidak pakai masker, saya malu karena akan ditegur oleh mahasiswa," katanya.
Untuk menyelesaikan persoalan aspek kesehatan dan sosial tersebut, menurut Paulus, salah satu tugas pemerintah ialah membuat sesama warga saling mengingatkan atau menggerakkan kontrol sosial. Ia mengatakan hal tersebut pada dasarnya menjadi tantangan bagi pemerintah, termasuk apakah bisa membuat masyarakat luas dapat saling mempermalukan untuk hal yang positif.
"Menurut saya ini masih agak sulit," ujarnya.
Paulus menilai, kontrol sosial penggunaan masker tersebut juga dapat dilakukan dengan menegakkan sanksi tegas bagi masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Contoh sederhana dari sanksi tersebut, di antaranya untuk anak muda disuruh push up, bagi ibu-ibu bisa disuruh menyapu dan sebagainya.
"Sanksi itu mungkin terlihat ringan, namun yang terpenting ialah benar-benar diterapkan, sehingga ada efek jera. Ini cara paling mudah, tapi kalau pemerintah juga tidak menjalankannya, tentu masyarakat semakin tidak disiplin," tuturnya.