REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi akan membuka kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka apabila wilayahnya sudah masuk zona kuning. Hal ini menyusul adanya revisi dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri pada 7 Agustus lalu.
Sekretaris Dinas Pendidikan (Sekdisdik) Kota Bekasi, Uu Saeful Mikdar, menuturkan, pihaknya mengaku siap apabila semua sekolah swasta maupun negeri harus mempersiapkan sekolah role model atau lokasi percontohan. “Jadi kami sudah melakukan persiapan-persiapan, kalau wilayah kami sudah zona kuning. Kami siap,” terang Uu kepada wartawan, Kamis (13/8).
Uu mengatakan beberapa hari lalu, pihaknya sudah memanggil para kepala sekolah, baik tingkat SD maupun SMP, serta pengawas untuk mempersiapkan pembelajaran tatap muka. Tujuannya apabila pembelajaran tatap muka diizinkan maka tinggal dieksekusi saja. “Mana kala diizinkan KBM tatap muka tak perlu raba-raba lagi, termasuk untuk mempersiapkan kurikulum,” ujar Uu.
Salah satu upaya lain dalam hal persiapan adalah dengan membagikan video simulasi sekolah role model yang sudah dilakukan sepekan lalu. Selain itu, ada juga penyusunan kurikulum darurat supaya tidak memberatkan para siswa dalam penyesuaian belajar di tengah pandemi Covid-19 ini.
“Kurikulum nasional itu kita sederhanakan agar beban guru dan beban siswa dikurangi. Supaya pembelajaran gak berat. Yang tadi target lima jadi tiga,” jelas Uu.
Sebelumnya, di dalam SKB sebelum revisi, dituliskan hanya sekolah di zona hijau yang boleh dibuka dengan izin dari pemerintah daerah. Namun, di dalam SKB revisi ini sekolah di zona kuning juga diizinkan dibuka.
Salah satu alasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem, soal penambahan zona kuning ini yaitu karena pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang terlalu lama bisa berdampak negatif pada siswa. Menurut Nadien, ada tiga dampak utama jika PJJ terlalu lama dilakukan.
Pertama adalah ancaman putus sekolah karena kondisi PJJ tidak optimal, seperti jaringan internet yang tidak baik, atau tidak memiliki gawai untuk belajar. Kedua, penurunan capaian pelajar disebabkan PJJ yang tidak optimal. Ketiga, risiko munculnya lost generation pada masa mendatang.