REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Satgas Covid-19 Kota Malang mengaku kesulitan melakukan 3T (tracing, testing dan treatment) terhadap kasus keluarga yang mencium wajah jenazah Pasien dalam Pengawasan (PDP). Pasalnya, kondisi jiwa keluarga pasien masih belum tenang sehingga tidak bisa memaksa melakukan 3T.
"Jadi situasi guncangan tekanan jiwa masih ada, terpantau dari ekspresinya," kata Juru Bicara (Jubir) Satgas Covid-19 Kota Malang kepada wartawan, Husnul Mu'arif.
Berdasarkan informasi sementara, keluarga yang melakukan kontak dengan jenazah PDP merupakan adik dari almarhum. Yang bersangkutan juga dilaporkan bukan berdomisili di Kota Malang. Hal yang pasti, keluarga inti dari jenazah PDP tidak melakukan kontak sama sekali saat kejadian.
Hingga saat ini, Husnul menyatakan, hasil tes usap jenazah PDP belum keluar. Meski demikian, tindakan 3T akan tetap dilaksanakan ketika kondisi jiwa keluarga mulai kondusif. Sebagai langkah awal, Satgas Covid-19 akan segera melakukan uji cepat (Rapid Test) terhadap keluarga dan kontak erat lainnya.
Sebelumnya, Husnul mengaku, pihaknya sudah melakukan langkah persuasif terhadap keluarga. Langkah ini dilakukan melalui silaturahim dengan didampingi RT, RW dan beberapa aparat Babinsa serta Bhabinkamtibmas. "Dua hari kita sudah lakukan persuasif," tuturnya.
Sebuah video jenazah PDP di Kota Malang viral di media sosial. Video tersebut memperlihatkan salah seorang keluarga membuka paksa kantung jenazah PDP yang tengah didampingi petugas kesehatan. Kemudian pria yang memanggil kakak terhadap jenazah tersebut menangisi dan menciumi wajah yang bersangkutan. Setelah itu, pria tersebut bersama masyarakat lainnya membawa kantung jenazah pergi dari pengawasan tim kesehatan.
Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan, penyebab aksi "cium jenazah PDP" bermula dari hasil uji cepat. Hasil nonreaktif terhadap jenazah PDP menyebabkan keluarga ragu. Mereka menyimpulkan hasil tersebut berarti pasien tidak terpapar Covid-19. Namun berdasarkan laporan tim medis, pasien mengalami beberapa gejala yang mengarah ke Covid-19 sehingga ditentukan sebagai PDP dan harus dimakamkan sesuai protokol kesehatan.
"Jenazah dibawa ke RSSA (untuk pemulasaraan) terus di pulangkan, lalu di tengah jalan maunya dishalati di masjid. Kenapa? Karena beliau penyokong masjid tersebut, tapi jenazah tetap tidak diturunkan di dalam mobil. Jamaah tetap di sana dan menghadirkan tokoh di sana," ungkap Sutiaji.