Rabu 12 Aug 2020 05:41 WIB

Sinyal dari Polda Jabar Secepatnya Panggil Denny Siregar

Polda Jabar saat ini dalam tahap analisis keterangan ahli dalam kasus Denny Siregar.

Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar.
Foto: Republika/Djoko Suceno
Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Djoko Suceno, Bayu Adji P

Polda Jawa Barat (Jabar) mulai melakukan analisis terhadap berkas perkara kasus Denny Siregar setelah memeriksa ahli dalam kasus dugaan penghinaan santri di Tasikmalaya. Namun, hingga kini, Polda Jabar belum bisa memastikan kapan Denny akan dimintai keterangan selaku terlapor.

Baca Juga

Sampai saat ini, menurut Direktur Reskrimsus Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Yaved Duma Parembang, penyidik belum memanggil terlapor untuk dimintai keterangannya. Pemeriksaan terhadap terlapor akan dilakukan setelah dilakukan gelar perkara.

"Sampai saat ini belum (memanggil terlapor). Nanti akan kita jadwalkan. Secepatnya," tutur Yaved kepada Republika, Selasa (11/8).

Menurut Yaved, penyidik sudah meminta keterangan sejumlah ahli. Keterangan ahli, kata dia, sudah dituangkan dalam berkas perkara pemeriksaan dan akan dianalisis oleh penyidik untuk mengetahui ada kekurangan atau tidak.

"Kalau ada kekurangan (keterangan ahli) akan kita lengkapi lagi. Semua ahli sudah kita mintai keterangan," ujar dia.

Yaved mengatakan, sampai saat ini kasus Denny Siregar masih dalam tahap penyelidikan. Sebelum ditingkatkan ke penyidikan, kata dia, akan dilalukan gelar perkara. Penyidik, kata dia, belum menjadwalkan gelar perkara.

"Jadwalnya belum. Sekarang kita lakukan analisis terhadap berkas. Secepatnya

Denny Siregar dilaporkan ke polisi pada Kamis (2/7). Laporan itu merupakan respons atas pernyataan Denny dalam status Facebook-nya pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.

Terlapor diduga tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Terlapor diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Kasus ini sebelumnya ditangani oleh Polresta Tasikmalaya dan kemudian dilimpahkan ke Polda Jabar. Pelimpahan penanganan kasus tersebut ke tingkat Polda untuk mempermudah proses penyelidikan.

"Untuk mempermudah penanganan laporan ini, Polda Jabar tindaklanjuti pelaporan ini," kata Kabid Humas Polda Jabar Komisaris Besar Polisi S Erlangga kepada Republika, Senin (10/8).

Erlangga mengungkapkan, salah satu pertimbangan pelimpahan kasus ini yaitu keberadaan ahli. Para ahli, kata dia, semuanya ada di Bandung. Para hli yang akan dimintai pendapatnya yaitu ahli hukum, bahasa, dan digital elektronik semuanya ada di Bandung.

"UU ITE membutuhkan ahli. Dan seluruh ahli yang dibutuhkan ada di Bandung," ujar dia.

photo
Suasana aksi menuntut polisi untuk segera memroses Denny Siregar di depan Polresta Tasikmalaya, Jumat (7/8). - (Republika/Bayu Adji P)

Kuasa hukum Denny Siregar, Muannas Alaidid, tak yakin proses hukum kliennya yang diduga melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik kepada santri di Tasikmalaya akan dilanjutkan ke tingkat penyidikan. Menurut dia, kasus itu sejak awal sudah tidak masuk secara logika hukum.

Ia menjelaskan, Denny hanya membuat pernyataan dengan menampilkan foto anak-anak yang mengikuti aksi demonstrasi. Menurut dia, hal itu ditampilkan karena melibatkan anak-anak dalam aksi demonstrasi melanggar Undang-Undang.

"Bawa anak ke demo itu tak boleh dalam Undang-Undang," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (9/8).

Ihwal pihak pesantren yang membawa pernyataan Denny ke ranah hukum, menurut dia, adalah hal yang lucu. Sebab, seharusnya mereka yang melibatkan anak dalam aksi demonstrasi yang diproses hukum.

Karena itu, Muannas meminta polisi menangkap pembawa anak dalam aksi demonstrasi terlebih dahulu, yang fotonya diunggah kliennya ke media sosial. Pihaknya merasa tak perlu melaporkan kasus itu agar polisi bertindak. Sebab, kasus pelibatan anak dalam demonstrasi bukanlah delik aduan.

"Masak foto (anak-anak dalam aksi demonstrasi) yang jelas ada tindak pidananya itu tak diproses, tapi Denny diproses. Kan aneh," kata dia.

Pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, Ustaz Ahmad Ruslan sebelumnya menerangkan, Aksi 313 bukanlah merupakan aksi politik, melainkan aksi bela Islam. Sementara santri yang ada dalam foto itu sosok santri usai mengaji, bukan ikut aksi.

"Santri tidak diterjunkan di tengah peserta aksi," kata dia, Selasa (28/7).

Ahmad menjelaskan, sebelum aksi dimulai, para santri mengaji. Saat aksi dimulai, para santri itu tetap menghafal Alquran di dalam masjid.

Ihwal santri di atas mobil komando, Ruslan mengakui santrinya pernah melakukan itu dalam sebuah aksi bela Islam. Namun, menurut dia, ketika itu santri mengaji, bukan orasi.

"Itu mengaji. Apa salahnya santri mengaji? Namanya diundang mengaji, untuk acara apa pun, kita datang," kata dia.

photo
Polisi memeriksa dua orang santri terkait kasus dugaan tindak pidana ujaran kebencian yang dilakukan Denny Siregar, di Polresta Tasikmalaya, Selasa (14/7). - (Republika/Bayu Adji P.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement