REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM, Mayagustina Andarini menjelaskan, obat untuk Covid-19 saat ini masih dilakukan penelitian dan uji klinis. Hal ini berarti, ketika ada obat yang beredar masih belum teruji keamanannya kepada manusia.
Maya menjelaskan, Indonesia memang memiliki berbagai macam obat herbal dan ramuan empiris. Berbagai ramuan yang berupa jamu seperti beras kencur, temulawak, dan kunir asem memang sudah terjamin kesehatannya karena telah dikonsumsi secara turun temurun.
Namun, akan sangat berbeda dengan obat Covid-19. Penyakit ini baru saja muncul pada awal tahun 2020. Tentunya, ramuan dari nenek moyang masyarakat Indonesia tidak ada yang menjamin dapat menyembuhkan penyakit Covid-19.
"Kalau ada penemuan ramuan untuk Covid-19, penyakit ini kan baru, tidak ada zaman nenek moyang kita. Jadi kalau ada obat ya harus dilakukan uji," kata Maya, dalam telekonferensi, Senin (10/8).
Ia menjelaskan, pemerintah sangat terbuka dengan adanya ide-ide mengenai obat atau vaksin untuk Covid-19. Namun, segalanya harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada, yakni melalui tahapan uji klinis.
"Jadi kita bukan menutup bahwa klaim anticovid itu tidak boleh. Tapi kita sedang lakukan penelitian, belum selesai. Jadi, kalau saat ini ada yang klaim itu, sampai saat ini kami belum keluarkan," kata dia lagi.
Obat herbal dan ramuan jamu yang ada di masyarakat, tidak membunuh virus Covid-19. Namun, dengan mengonsumsinya tubuh menjadi lebih sehat sehingga ketika terpapar virus daya tahannya akan lebih baik.