Senin 10 Aug 2020 10:26 WIB

Surabaya Pasca-Risma, Ini Saran Pengamat Politik

Pilwali Surabaya 2020 akan diisi kandidat koalisi besar melawan calon dari PDIP.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andri Saubani
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Empat bulan jelang digelarnya Pilwali Surabaya 2020, pertarungan bukan lagi soal siapa calon wali kota yang akan berkontestasi pada pesta demokrasi tersebut. Mengingat posisi ini hampir pasti diisi Machfud Arifin yang bakal diusung koalisi besar melawan kandidat dari PDIP. Kandidat yang digadang-gadang bakal diusung PDIP adalah Eri Cahyadi, yang disebut-sebut orang kepercayaan Tri Rismaharini, dan Whisnu Sakti Buana, wakil Wali Kota Surabaya saat ini.

Direktur Index Indonesia, Andy Agung Prihatna menuturkan, jika akhirnya slot calon wali kota hanya diisi kandidat laki-laki, sebaiknya calon wakilnya dari kalangan perempuan. Mengingat dalam satu dekade, tepatnya mulai 2010 hingga 2020, Surabaya mencapai prestasi hebat bersama wali kota perempuan pertamanya, Tri Rismaharini.

Baca Juga

"Kalau kemudian yang bertanding di Surabaya hanya laki-laki, itu alamat menafikan histori secara empirik kepemimpinan perempuan selama satu dekade yang menunjukkan kemajuan luar biasa," kata Agung dalam diskusi melalui media daring, Ahad (9/8).

Menurutnya, sangat disayangkan kalau tidak ada satu pun di antara para kandidat yang bertanding, yang berjenis kelamin perempuan. Karena dirasanya terlalu ekstrem menyerahkan tongkat kepemimpinan dari yang sebelumnya diisi perempuan, langsung semua diisi laki-laki.

Terlebih, masyarakat Jatim bisa menerima perempuan sebagai pemimpin. Agung menjabarkan tercatat ada 79 perempuan pemimpin pemerintahan di Indonesia. Rinciannya, satu gubernur, dua wakil gubernur, 43 bupati/ wali kota, dan 32 wakil bupati/ wakil wali kota.

Dari jumah ini, Jatim menyumbang perempuan pemimpin pemerintahan terbanyak, yakni 13 orang. Rinciannya satu orang gubernur, delapqn bupati/ wali kota, dan empat wakil bupati/ wakil wali kota.

"Jatim nomor satu se-Indonesia. Ini artinya apa? Ya masyarakat Jatim maupun Surabaya menerima perempaun sebagai pemimpin," kata dia.

Hal sama diutarakan Sekretaris DPD Lingkaran Pendamping Program Pemberdayaan (LPPP) Surabaya, Siti Nafsiyah. Menurutnya, figur perempuan masih dibutuhkan untuk memimpin Surabaya. Apalagi selama dua periode, Risma tak hanya membawa kemajuan bagi Surabaya tapi juga dicintai warganya.

"Itu realitas yang tak bisa dipungkiri, karena Bu Risma bisa melayani dan mengayomi warganya," katanya.

Karena itu, kata dia, seyogiyanya pemimpin Surabaya pasca-Risma tak seharusnya lepas dari sentuhan perempuan. Tapi karena situasi politik yang mengerucut calon wali kota semuanya laki-laki, maka perempuan bisa diplot sebagai calon wakil.

Siti menyarankan, selain pertimbangan elektoral, calon wakil yang akan dipilih sebaiknya figur perempuan yang memiliki karakter kepemimpinan seperti Risma. Yakni suka blusukan, melayani, dan mengayomi warganya.

"Peluang calon wali kota memenangi Pilwali Surabaya lebih besar, kalau menggandeng calon wakil dari perempuan. Tapi harapan saya, perempuan itu sudah terbukti melakukan penyapaan, berinteraksi, dan memberi manfaat kepada masyrakat," kata dia.

photo
Kesadaran Rendah Protokol Kesehatan Warga Surabaya Raya - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement