REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain klaster perkantoran, terdapat juga klaster permukiman yang menjadi salah satu sumber penyebaran kasus Covid-19 paling besar. Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito hal itu terjadi karena kebanyakan orang lengah ketika melakukan kontak.
"Yang paling banyak sebenarnya adalah klaster pemukiman. Di situlah biasanya orang lengah," kata Wiku dalam diskusi Satgas Penanganan Covid-19 di Graha BNPB di Jakarta pada Jumat.
Kelengahan itu, kata dia, bisa disebabkan mungkin karena sudah lama berada di rumah. Bisa juga karena stres akibat bekerja dari rumah yang membuat orang berkerumun dengan orang-orang sekitar. Kemungkinan lain tertular dari anggota keluarga yang bekerja di luar saat berinteraksi di dalam rumah.
"Pemukiman itu cukup tinggi. Maka dari itu protokol kesehatan perlu ditegakkan termasuk di dalam rumah," tegas pakar kebijakan kesehatan itu.
Karena itu, dia mengimbau bagi yang beraktivitas di luar untuk menerapkan protokol kesehatan dan membersihkan diri dengan mencuci tangan dan melepas masker sebelum masuk ke dalam rumah.
Wiku menegaskan bahwa semua klaster itu terjadi karena adanya penularan lewat kontak di keramaian seperti pemukiman, kantor atau transportasi umum.
"Pokoknya namanya disiplin harus dari pertama sampai kembali lagi, itu harus tetap dijaga," kata dia.
Jika suatu wilayah sudah teridentifikasi sebagai klaster yang harus dilakukan adalah menginformasikan kepada masyarakat sekitar demi tujuan introspeksi. Adapun orang yang sakit harus segera dirawat atau diisolasi secara mandiri.
Tempat tersebut harus menjalani disinfeksi. Kemudian jika terjadi di perkantoran maka para pegawai harus diperiksa kesehatannya. Penutupan perkantoran sendiri dilakukan untuk menjalankan pembersihan dan melakukan tinjauan mengapa penularan bisa terjadi.
"Kalau ditanya tutupnya berapa lama? Sampai situasinya bisa dikendalikan lagi. Setelah semuanya bersih yang sudah di-tracing hasilnya negatif, kalau positif isolasi mandiri, maka baru bisa mulai berkantor lagi," ujar Wiku.