REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan masukan agar program subsidi gaji bagi pekerja yang dicanangkan pemerintah dikaji dengan seksama. Sebelumnya, menteri ketenagakerjaan mengatakan program ini akan menyasar pekerja yang memiliki upah di bawah Rp 5 juta yang terdampak pandemi Covid-19.
"Saya menyambut baik kebijakan tersebut, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian dengan seksama terkait tiga hal," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti kepada Republika, Jumat (7/8).
Mu'ti mengatakan, yang pertama terkait kriteria dan jenis pekerjaan. Apakah program subsidi gaji pekerja hanya berlaku untuk mereka yang bekerja di sektor industri atau yang lainnya juga. Misalnya untuk guru honorer, karyawan swasta, dan lain sebagainya.
Menurutnya, terkait program tersebut penting juga dipastikan tentang masyarakat yang menjadi petani, pedagang kecil, dan nelayan. Mereka tidak memiliki gaji yang pasti. Jadi jangan sampai masalah pendataan menjadi masalah baru.
"Kedua, program (subsidi gaji pekerja) berlangsung berapa lama, jangan sampai menimbulkan ketergantungan yang berlebihan dan membebani anggaran negara secara berlebihan," ujarnya.
Mu'ti mengingatkan, ada banyak sektor lain yang juga perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Misalnya sektor pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Sementara yang ketiga, ia memberikan saran bahwa perlu ada strategi lain agar kebijakan pemerintah dapat menggerakkan sektor riil, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Jumlah mereka (UMKM) sangat besar, jangan sampai program pemerintah hanya membesarkan yang sudah besar," tegas Mu'ti.
Hal serupa disampaikan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Buya Anwar Abbas. Menurutnya, agar tercipta keadilan dan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat, diharapkan pemerintah tidak hanya membantu masyarakat lapis bawah dengan program subsisdi gaji pekerja dan bantuan langsung tunai (BLT).
Diharapkan pemerintah juga membantu mereka dengan memberikan modal, terutama untuk usaha mikro yang jumlahnya mencapai sekitar 63 juta. Sebab sebanyak 80 persen dari usaha mikro tidak lagi punya dana kes untuk memulai usahanya, karena sudah terkuras habis sewaktu pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Untuk itu saya sangat mengharapkan pemerintah agar bisa memberikan perhatian lebih kepada mereka dengan memberi mereka modal, apakah berupa bantuan atau pinjaman agar mereka bisa kembali merintis dan memulai usahanya," ujarnya.
Buya Anwar mengatakan, kalau membantu usaha mikro bisa dilakukan, maka secara makro akan meningkatkan dan memperbesar suplai dan demand. Sehingga hal ini jelas akan berdampak besar terhadap usaha pemulihan ekonomi nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.