REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Musim kemarau mulai dirasakan dampaknya oleh sebagian warga Kabupaten Sukabumi. Hal ini terjadi meskipun musim kemarau baru berlangsung di awal Agustus 2020. "Saat ini belum masuk laporan secara resmi wilayah yang terdampak kekeringan," ujar Kepala Seksi Kedaruratan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi Eka Widiaman kepada Republika, Rabu (5/8).
Namun dampak kemarau yakni kekeringan mulai dirasakan di sejumlah kecamatan. Di antaranya di Kecamatan Gunungguruh, Bantargadung, Cibadak, dan Ciracap. Daerah tersebut menyebar baik di utara maupun selatan Kabupaten Sukabumi.
Eka menerangkan, warga di wilayah itu sudah mulai kesulitan air bersih. Di mana daerah tersebut melaporkan dampak kekeringan secara resmi.
BPBD kini berupaya melakukan upaya antisipasi dan persiapan menghadapi dampak kekeringan. Di antaranya berkoordinasi dengan sejumlah elemen terkait dalam memberikan bantuan air bersih kepada waega yang kekurangan air.
Kota Sukabumi siaga menghadapi potensi puncak kemarau pada Agustus 2020. Terutama dalam mengantisipasi dampak kemarau yakni kekeringan berupa kesulitan air bersih. "Kami siaga menghadapi prediksi puncak kekeringan di Agustus," ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi, Zulkarnain Barhami. Hal ini didasarkan prediksi puncak kemarau dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Menurut Zulkarnain, semua kecamatan di kota harus mulai menyiapkan diri dalam menghadapi kemarau. Langkah antisipasi diperlukan karena jangan sampai masyarakat kekurangan air bersih yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
BPBD kata Zulkarnain, sudah melakukan pemetaan daerah ke seluruh kelurahan dan berkoordinasi dengan PDAM dan semua kecamatan berpotensi mengalami dampak kekeringan. Upaya tersebut untuk menyiapkan suplai air dan distribusi bagi warga yang kekurangan air.