REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA— Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta mendorong proses hukum terhadap kasus dugaan pelecehan seksual bermodus penelitian "swinger" atau hubungan intim dengan bertukar pasangan oleh seseorang berinisial BA yang sempat disebut sebagai dosen di kampus setempat.
"UNU Yogyakarta mendorong penuh proses hukum demi kebenaran serta untuk mewujudkan kampus antikekerasan," kata Ketua Lembaga Pengembangan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPPM) UNU Yogyakarta, Muhammad Mustafid, saat konferensi pers di Kampus UNU Yogyakarta, Selasa (4/8).
Sebelumnya, ramai diperbincangkan di media sosial terkait dugaan kasus pelecehan seksual berkedok penelitian "swinger" oleh seorang pria berinisial BA. Sejumlah media sempat menyebutkan bahwa yang bersangkutan merupakan peneliti akuntansi forensik dari LPPPM UNU Yogyakarta.
Lewat akun media sosial pada 2 Agustus 2020, BA kemudian membuat pernyataan soal isu yang ramai diperbincangkan. Dalam pernyataannya, ia mengakui bahwa rencana penelitian tentang "swinger" kepada banyak perempuan merupakan kebohongannya belaka.
"Karena sesungguhnya saya lebih ingin berfantasi 'swinger' secara virtual semata. Hal itu dikarenakan kata 'swinger' sering menghantui saya di setiap waktu," kata BA dalam laman media sosial.
BA juga menyatakan minta maaf ke NU, UGM, dan korbannya. Ia mengakui menggunakan dua institusi itu dalam mencari korban.
Terkait hal itu, Mustafid menegaskan bahwa BA bukanlah dosen UNU Yogyakarta. Meski begitu, Mustafid mengakui bahwa yang bersangkutan pernah membantu institusinya pada 2017 sampai 2018 sebagai dosen tamu untuk materi kepenulisan dan literasi sesuai bidang keahliannya.
"UNU Yogyakarta sangat menyesalkan kejadian tersebut dan berempati terhadap korban-korban dari perilaku BA," kata dia.
Mustafid mengatakan bahwa pihaknya memang mendapatkan laporan dari Fatayat NU terkait dugaan perilaku menyimpang BA pada Mei 2018.
Pihak UNU Yogyakarta, kata dia, kemudian merespons dengan melakukan investigasi terkait data yang disampaikan Fatayat NU dan hasilnya data itu benar adanya. Sejak saat itu BA tidak lagi dilibatkan untuk seluruh program atau agenda di UNU.
"Sebelum ada laporan dari teman-teman Fatayat kami belum tahu sama sekali jika rekam jejaknya seperti itu," kata dia.
Menurut Mustafid, BA memang terobsesi untuk menjadi pengajar tetap di UNU Yogyakarta. Dengan adanya kasus itu, pihaknya memutuskan menutup sepenuhnya peluang itu.
"(Peluang menjadi dosen di UNU Yogyakarta) tertutup 1.000 persen," kata dia.
Sebagai wujud keprihatinan terhadap kasus itu, menurut Mustafid, UNU Yogyakarta telah membuka pusat aduan serta memberikan fasilitas pendampingan bagi para korban melalui Pusat Studi Gender (PSG) UNU bekerja sama dengan Fatayat NU DIY.
Ketua Pengurus Wilayah (PW) Fatayat NU DIY, Khotimatul Husna, mengatakan sejak mendapatkan aduan pertama kali dari beberapa perempuan pada Mei 2018 pihaknya langsung membentuk tim advokasi yang kemudian berhasil mengumpulkan salinan percakapan serta rekaman suara antara BA dan korban.
Berdasarkan pengakuan sejumlah korban, BA ingin menjadikan mereka sebagai responden dari penelitian tentang "swinger" dengan menghubungi mereka di antaranya melalui fasilitas percakapan di media sosial.
"Teman-teman ini awalnya tidak berani mengungkapkan terkait 'chat-chat' (percakapan) yang mengarah pada pelecehan," kata dia.
Terkait jumlah korban, ia mengatakan akan mengecek kembali data pelapor yang diterima lembaganya. "(Pelapor) lebih dari tiga orang," kata dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) Kombes Pol Yuliyanto menyatakan bahwa terkait kasus dugaan pelecehan seksual itu Polda DIY belum mendapat laporan. "Sampai saat ini belum ada laporan," kata dia.