REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Barat, Teungku Abdurrani Adian, mengimbau masyarakat di Aceh yang akan melangsungkan pernikahan anaknya di tengah pandemi Covid-19, agar tidak membebani calon pengantin pria dengan mahar tinggi.
Pasalnya, dampak yang ditimbulkan dari tingginya mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki, justru menyebabkan muda-mudi di beberapa daerah di Aceh mengundurkan hari pernikahan.
“Sehubungan dengan tingginya harga emas sekarang, tentu memberi efek kepada akad pernikahan di masyarakat Aceh. Karena di Aceh ada tradisi lebih mahal maharnya maka lebih bangga,” kata Teungku Abdurrani di Meulaboh, Selasa (4/8).
Perhiasan emas saat ini yang dijual oleh pedagang di Aceh sudah mencapai hampir Rp 3 juta per mayam (3 gram) atau di kisaran harga Rp 2,85 juta per mayam. Ini berdampak terhadap ekonomi masyarakat dan pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.
Di beberapa daerah di Aceh, harga mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki biasanya paling rendah sekitar 10 mayam emas atau sekitar 30 gram atau jika dirupiahkan sebesar Rp 30 juta.
Bahkan di daerah lain di Aceh, mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki mencapai 30 mayam atau sekitar 90 gram emas murni dengan biaya sekitar Rp 90 juta. Mahar tersebut belum termasuk dalam kebutuhan lain seperti pesta hari pernikahan, seserahan serta kebutuhan lainnya.
Teungku Abdurrani mengingatkan, Rasulullah Muhammad SAW sudah menjelaskan, sebaik-baiknya mahar sebuah pernikahan tentunya tidak terlalu tinggi dan tidak pula tidak terlalu rendah.
Jika melihat kondisi saat ini, kata salah satu ulama di Aceh ini, tentunya akan menghambat akad nikah karena ada sejumlah laki-laki calon pengantin di Aceh yang memilih menunda pernikahan pernikahan. Sebab mereka belum cukup memenuhi mahar yang dibebankan oleh keluarga calon pengantin perempuan.
Padahal sesuai dengan imbauan nabi, menikah itu adalah sunnah. “Menikah itu sunnahku, barang siapa yang tidak senang dengan sunnahku, maka bukan bagian dari golonganku,” kata Teungku Abdurrani mengutip hadis.
Ulama ini juga berpendapat, terhambatnya pernikahan akibat calon mempelai laki-laki belum mampu memenuhi mahar yang ditentukan pasangan calon istri, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masyarakat. Misalnya tindak pidana kejahatan, atau hal lain yang tidak diinginkan.
“Kami imbau kepada adik-adik kami yang perempuan, tolong mahar itu jangan terlalu tinggi, dan jangan pula terlalu rendah. Jangan menghambat sunnah Rasulullah SAW. Kalaupun mahar tidak terlalu tinggi, sebuah pernikahan tetap akan sah, karena mahar termasuk rukun nikah,” kata Teungku Abdurrani menegaskan.