REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Volume kendaraan bermotor selama penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta hanya turun sekitar 39 persen. Penurunan kendaraan bermotor itu belum membantu perbaikan kualitas udara.
"Hanya turun 39 persen selama PSBB dan itu tidak akan berimbas pada penurunan pencemaran udara Jakarta," kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin saat dihubungi di Jakarta, Senin (3/8).
Hal itu karena selama ini jumlah atau volume kendaraan di ibu kota dan kota-kota sekitarnya sudah kelebihan kapasitas. Karena itu, penurunan tidak begitu membawa perubahan yang signifikan.
"Jadi kalau hanya turun 39 persen atau 45 persen tidak akan terlalu berpengaruh dan pencemaran udara tetap akan tinggi," katanya.
Kendati demikian, ujar dia, pada 16 Maret hingga 9 April 2020 atau saat pemerintah mulai mengimbau pengaturan jarak fisik dilakukan, kualitas udara cukup membaik karena masyarakat patuh. "Masyarakat yang berkeliaran di jalan raya pada saat itu hanya sekitar lima sampai 10 persen," ujarnya.
Akibatnya, terjadi perbaikan kualitas udara. Biasanya rata-rata tahunan partikel debu halus berukuran 25 mikrogram meter kubik atau PM 2.5 tercatat 46 mikrogram per meter kubik.
Namun, pada 16 Maret hingga 4 April 2020, PM2.5 turun menjadi 18 mikrogram per meter kubik. Kesimpulannya, kata dia, perbaikan kualitas udara dapat terjadi karena masyarakat patuh dan tidak banyak berkeliaran menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya.
"Namun saat kebijakan PSBB diterapkan pada 10 April masyarakat sudah tidak patuh," ujarnya.
Saat ini KPBB melihat kualitas udara di Jakarta kembali memburuk dengan PM 2.5 berada di rata-rata 46 mikrogram per meter kubik.