REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dijadwalkan akan menggelar aksi unjuk rasa penolakan terhadap pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja di sekitaran Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (29/7) siang ini. Presiden KSPI Said Iqbal menyesalkan, sikap DPR RI melalui Panja (Panitia Kerja) yang terus membahas RUU Cipta Kerja meskipun DPR sedang reses.
"Saat ini yang lebih mendesak dari omnibus law adalah darurat PHK," kata Said dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (29/7).
Said mengatakan, sikap DPR RI yang memprioritaskan pembahasan omnibus law menimbulkan kecurigaan. Ada kesan seolah-olah DPR sedang dikejar target.
Menurut Said, dikebutnya pembahasan omnibus law tersebut dinilai bukan untuk mengatasi pandemi.
"Selain terdapat banyak persoalan yang kemudian ditolak oleh berbagai elemen masyarakat karena mendegradasi tingkat kesejahteraan, omnibus law didesain sebelum pandemi. Dengan demikian, omnibus law bukan solusi untuk mengatasi pendemi," ujarnya.
Said mengungkapkan, 96 ribu orang anggota KSPI yang bekerja di sektor tekstil dan garmen saja sudah dirumahkan. Sebagian besar tidak mendapatkan upah penuh. Sedangkan yang di PHK sudah mencapai 100 ribuan orang yang tersebar di 57 perusahaan. Sedangkan yang masih dalam proses PHK dan saat ini sedang dalam perudingan dengan serikat pekerja terjadi di 15 perusahaan.
Menurutnya, atas dasar itulah, KSPI melakukan unjuk rasa ke DPR RI pada siang nanti. Adapun tuntutan dalam aksi ini adalah meminta agar pembahasan omnibus law dihentikan. Sebaiknya pemerintah dan DPR RI diminta fokus untuk menyelamatkan ekonomi dengan mencegah darurat PHK yang saat ini mengancam.
Said menegaskan, jika dalam aksi hari ini tuntutan buruh tidak didengar, KSPI berencana bersama-sama dengan elemen buruh yang lain akan melakukan aksi besar-besaran melibatkan ratusan ribu buruh pada saat DPR RI mengadakan sidang paripurna di bulan Agustus nanti yang memusatkan aksinya di DPR RI dan dilakukan serentak di 15 provinsi yang lain.