Selasa 28 Jul 2020 18:51 WIB

Digitalisasi Bank Syariah

Semakin canggihnya sistem teknologi membuat orang tak perlu lagi ke bank

Layanan mobile banking salah satu bank syariah di Tanah Air.
Foto:

Sama halnya dengan digitalisasi perbank an pada umumnya, digitalisasi bank syariah paling tidak harus dapat mencakup tiga bisnis dasar bank syariah, yaitu pengumpulan dana, penyaluran pembiayaan, dan sistem pembayaran.

Untuk pengumpulan dana, beberapa bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) punya fitur buka rekening daring. Namun, belum bisa berlaku bagi nasabah yang benar-benar baru karena ketentuan verifikasi langsung oleh pegawai bank.

Padahal, pada era AI sudah banyak mekanisme untuk memverifikasi seseorang menggunakan berbagai metode biometrik canggih. Untuk penyaluran pembiayaan harus diakui, digitalisasi per bank an syariah mungkin masih kalah dibanding kan perusahaan tekfin.

Sepertinya, inovasi dalam hal ini harus terus dikembangkan karena banyak perusahaan tekfin terlilit kasus kredit macet, yang di perparah metode penagihan tak beretika yang menyebabkan izin baru untuk perusahaan sejenis harus ditunda sementara oleh OJK. Namun, khusus untuk perbankan syariah, mekanisme penyaluran pembiayaan masih perlu didesain ulang untuk memenuhi kesesuaian terhadap prinsip syariah sesuai idealisme ekonomi syariah.

Di sisi lain, untuk sistem pembayaran, persaingan sudah telanjur ketat dengan adanya dompet digital dan aplikasi pem bayaran, seperti Linkaja, OVO, Gopay, Dana, dan masih banyak lagi. Bagaimana mungkin bank syariah dapat bermain di sini?

Kolaborasi

Masalah utama yang membuat bank syariah sulit berinovasi di dunia digital adalah keterbatasan modal. Inovasi merupakan barang mahal sehingga bank syariah harus mencari cara agar dapat terus bersaing pada saat dan setelah era pandemi ini.

Salah satu strategi yang mungkin dapat diterapkan, kerja sama dengan perusahaan teknologi, khususnya telekomunikasi. Perusahaan telekomunikasi hampir dipastikan memiliki teknologi canggih untuk mendukung digitalisasi perbankan.

Kolaborasi menjadi pilihan yang lebih baik daripada maju sendiri-sendiri. Saat ini, beberapa perusahaan telekomunikasi mulai memasuki industri keuangan. Linkaja, contohnya, merupakan anak perusahaan Telkomsel.

Namun, Linkaja baru mencakup satu bis nis dasar perbankan. Dua bisnis dasar lain nya, yaitu pengumpulan dana dan penyaluran pembiayaan belum terjamah. Meskipun sudah ada model Laku pandai, tidak terlalu menarik bagi perbankan dan masyarakat. Itu terbukti dari perkembangannya yang tak begitu pesat.

Padahal, dengan jangkauan hingga pelosok nusantara, perusahaan telekomunikasi ini dapat menawarkan jasa keuangan yang mampu meningkatkan inklusi keuangan. Untuk itu, saatnya bank syariah melakukan konsolidasi internal.

Bank syariah harus mendesain model bisnis baru dan melihat peluang kolaborasi seperti apa yang dapat ditawarkan kepada perusahaan teknologi, khususnya perusahaan telekomunikasi.

Jika model bisnis yang ideal ditemukan, dipastikan pangsa pasar dapat digarap de ngan baik dan membuat size industri perbankan syariah Indonesia lebih besar. Dengan begitu, dapat menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai the biggest Islamic digital banking di dunia.

PENULIS:

HARDINNI BACHMID, Sekretaris Eksekutif Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

RONALD RULINDO, Pemerhati Ekonomi dan Keuangan Syariah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement