REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengaku khawatir terkait peningkatan angka penularan SARS-CoV-2 alias Covid-19 di tengah masyarakat saat ini. Mereka takut jumlah sumber daya tenaga kesehatan yang ada tidak sebanding dengan laju pertumbuhan kasus Covid-19.
"Khawatir juga kami kalau terus meningkat karena terbatas kita punya SDM," kata Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah di Jakarta, Selasa (28/7) saat dikonfirmasi terkait kecukupan tenaga kesehatan dalam menanggulangi pandemi saat ini.
Dia mengatakan, hal tersebut mengingat pelayanan-pelayanan kesehatan di seluruh rumah sakit tetap harus berjalan. Dia melanjutkan, sejumlah fasilitas kesehatan lain yang bukan menjadi rujukan perawatan Covid-19 juga memiliki pasien yang harus dirawat sehingga memerlukan SDM yang perlu dipertahankan.
Menurutnya, yang perlu dilakukan saat ini oleh pemerintah adalah kembali mengedukasi masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan. Dia mengatakan, namun hal tersebut bukan perkara mudah dan dibutuhkan konsistensi dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Dia berpendapat bahwa saat ini masyarakat telah larut dalam kehidupan dengan adaptasi baru atau //new normal//. Dia mengatakan, kondisi itu membuat publik menganggap seakan adaptasi normal baru itu merupakan kondisi normal seperti sebelum penyebaran wabah virus Covid-19.
Dia menilai rendah tingkat kedisiplinan masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan. Dia mengatakan, hal tersebut bahkan sudaH terjadi sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebelum masa transisi.
"Tetapi kalau kembali lagi ke PSBB penuh secara konsep itu bagus, secara tujuan terhadap pencegahan penyebaran itu bagus. Tapi pertanyaannya adalah seberapa bisa kita menjalankan secara konsisten itu," katanya.
Dia mengatakan, pembatasan mobilisasi masyarakat juga diperlukan guna mencegah penyebaran virus Covid-19. Dia menilai bahwa mobilitas orang dari daerah episentrum ke daerah lain atau yang bukan episentrum sangat terbuka melalui udara atau bahkan darat.
"Melalui udara pun hanya rapid tes dan kemarin ada permenkes bahwa rapid tes nggak direkomendasikan untuk diagnostik hanya mitigasi, nah ini tidak bermakna menyatakan bahwa orang ini berisiko," katanya.
Dia mengungkapkan, PPNI mendukung kembali diberlakukannya karantina wilayah yang masih menjadi kawasan episentrum Covid-19. Meskipun diakuinya kebijakan itu akan berbenturan dengan pemulihan perekonomian nasional yang sempat terdampak wabah sebaran virus Covid-19.
"Tapi sekali lagi ini berbenturan dengan ekonomi kata mereka (pemerintah). Kalau kami kan segi kesehatan ya bagaimana kesehatan ini jadi yang utama.
Sementara, hingga Selasa (28/7) ini angka penularan kasus positif corona jenis baru di Indonesia telah mencapai 102.051 pasien. Angka itu meningkat 1748 kasus dibanding satu hari sebelumnya. Berdasarkan data tersebut, total kematian akibat Covid-19 secara nasional berjumlah 4.901.
Jawa Timur mengalami kematian kumulatif terbanyak yaitu 1.589, kemudian di peringkat kedua DKI Jakarta 759, ketiga Jawa Tengah 564, kemudian keempat Sulawesi Selatan sebanyak 302 dan peringkat kelima yaitu Kalimantan Selatan sebesar 271.