REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mashir Ramadhan, Muhammad Fauzi Ridwan
Belakangan seorang ahli biologi molekuler, Ahmad Utomo mengunggah sebuah video di media sosial yang kemudian viral. Video itu berisi argumentasi-argumentasinya untuk menjawab dugaan konspirasi terkait vaksin Covid-19 Sinovac produksi China yang kini diuji klinis di Indonesia.
Sebagai peneliti dan konsultan independen yang tidak terkait dengan produsen vaksin mana pun sesuai pengakuan disclaimer-nya, Ahmad menilai, vaksin Sinovac tepat untuk diuji klinis di Indonesia. Dan dia pun yakin, Indonesia bukanlah 'kelinci percobaan' China merujuk pada tuntutan standar transparansi tinggi jika suatu farmasi ingin memproduksi vaksin.
"Prosedur pengadaan vaksin sekarang memang harus transparan. Untuk bohong itu sekarang sulit,’’ ujar Ahmad kepada Republika, Senin (27/7).
Khusus vaksin Sinovac, Ahmad mengetahui bahwa tahap uji klinis pertama dan kedua di China telah dipublikasikan di Sains Magazine. Sehingga menurutnya, reputasi dari vaksin itu disebut telah aman untuk uji tahap terakhir terhadap lebih banyak spesimen.
Ketika ditanya kecocokan spesimen China dan Indonesia, dia menyebut tak ada perbedaan. Bahkan, menurutnya, para ahli di dunia sepakat tidak ada mutasi dari virus SARS-Cov2 yang kentara.
"Di tahap pertama dan kedua uji klinis, mereka mencari sisi keamanan dan sisi dosis yang pas," katanya.
Adapun soal pemilihan Indonesia menjadi salah satu negara untuk uji klinis tahap tiga, menurut Ahmad, lantaran penularan kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Sebagai hot zone, Indonesia cocok sebagai lokasi uji klinis terkahir penentu apakah vaksin ini kemudian bisa diproduksi secara massal.
"Karena China sudah tidak lagi menjadi hot zone. Di sana (Cina) sempat ada puluhan kasus di Beijing dan langsung lockdown lagi,’’ ujar Ahmad.
Peraih Postdoctoral Fellowship Harvard Medical School itu melanjutkan, pada uji klinis tahap ketiga, vaksin yang telah menghasilkan antibodi dan respon imun itu diperdalam. Utamanya, untuk menggeneralisir kembali dari tahap sebelumnya.
"Unpad dan Biofarma akan mengorganisir uji klinis itu. Dan sebelum diberi ke masyarakat, akan diuji pada tahap tiga di Indonesia selaku hot zone,’’ ucap dia.
Menurutnya, uji coba di Indonesia memang sangat ideal. Sebab, berbeda dengan China atau wilayah lain yang sudah terkendali, Indonesia masih menjadi pusat penyebaran Covid-19.
"Amerika saat ini sedang mencari vaksin juga, tapi mereka tidak uji coba ke luar negaranya. Karena secara logika, di sana masih hot zone, jadi tes pada spesimen dalam negeri.’’ ungkap dia.
Pada awal pekan lalu, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengonfirmasi vaksin produksi Sinovac sudah tiba dari China dan siap menjalani uji klinis tahap ketiga di Indonesia. Menurutnya, Sinovac saat ini sedang dalam proses uji klinis di PT Bio Farma.
"Kami memang berharap nanti setelah lewat uji klinis yang ada ini dan dites nanti, maka bisa diproduksi juga di Indonesia," ujar Arya di Jakarta, Senin (20/7).
Menurut Humas Bio Farma, Edwin G Pringadi, untuk informasi awal yang bisa dijawab adalah vaksin sudah diterima di Bio Farma pada Ahad (19/7). Untuk jumlah yang diterima, sebanyak 2.400 vaksin
"Update lebih lengkapnya mohon untuk ditunggu ya," katanya.
Pada hari ini, Komite Etik Penelitian Universitas Padjajaran (Unpad) menyetujui pelaksanaan uji klinis vaksin Covid-19 tahap tiga. Selanjutnya, tim penelitian uji klinis akan membuka pendaftaran bagi masyarakat yang hendak menjadi relawan terhitung Senin (27/7) hingga 31 Agustus mendatang.
Pendaftaran bisa dilakukan dengan menghubungi Unit Riset Klinis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Lantai 1 RSUP Hasan Sadikin Bandung pada saluran telepon 022-2034471 atau whatsapp 08112214235.
"Benar, sudah (disetujui)," ujar Ketua Tim Penelitian Uji Klinis Covid-19 Unpad, Kusnandi Rusmil melalui keterangan yang diterima, Senin (27/7).
Ia mengatakan, relawan yang bisa mengikuti uji klinis harus berusia antara 18-59 tahun, sehat dan mematuhi protokol kesehatan dan pembatasan fisik. Menurutnya, calon peserta juga tidak memiliki riwayat positif Covid-19. Oleh karena itu, ia mengungkapkan calon peserta yang mengajukan diri menjadi relawan akan di uji usap dan rapid test untuk memastikan kondisi yang bersangkutan.
"Calon peserta akan mendapatkan tes swab maupun test rapid secara cuma-cuma," katanya.
Kusnandi melanjutkan kondisi relawan pun harus sehat dibuktikan tidak mengalami penyakit ringan, sedang atau berat.
Selain itu, katanya calon peserta tidak memiliki riwayat penyakit asma dan alergi terhadap vaksin dan tidak memiliki kelainan atau penyakit kronis seperti gangguan jantung, tekanan darah tinggi tidak terkontrol, diabetes, penyakit ginjal dan hati, tumor, epilepsi atau penyakit gangguan syaraf lainnya.
Menurutnya, calon peserta pun tidak memiliki kelainan darah atau riwayat pembekuan darah, tidak memiliki penyakit infeksi lain dan demam, serta tidak memiliki riwayat penyakit gangguan sistem imun.
"Suhu tubuh calon pendaftar juga tidak boleh melebihi 37,5 derajat celcius. Calon peserta bukan wanita hamil atau berencana hamil selama periode penelitian dan tidak sedang menyusui. Calon peserta juga tidak sedang ikut atau akan diikutsertakan dalam uji klinis lain," katanya.
Kusnandi mengatakan calon peserta pun tidak mendapat imunisasi apa pun dalam waktu 1 bulan ke belakang atau akan menerima vaksin lain dalam 1 bulan ke depan. Termasuk calon peserta berdomisili di Kota Bandung dan tidak berencana pindah dari lokasi penelitian sebelum penelitian selesai dilaksanakan.
Kusnandi menegaskan 14 hari sebelum dimulainya penelitian, peserta tidak memiliki riwayat kontak dengan pasien Covid-19, tidak memiliki riwayat kontak dengan pasien yang menunjukkan demam atau gejala sakit saluran pernapasan yang berdomisili di daerah atau komunitas yang terdampak Covid-19. Serta tidak memiliki dua atau lebih kasus demam atau gejala saluran pernapasan di daerah dengan lingkup kecil, seperti rumah, kantor, dan sekolah.
"Sebanyak 1.620 relawan dibutuhkan dalam proses uji klinis vaksin. Namun, tidak semua peserta akan disuntikkan vaksin. Sebanyak 540 orang akan disuntikkan vaksin, sedangkan sisanya akan mendapat cairan plasebo. Penentuan pemberian vaksin atau plasebo akan dilakukan secara acak," katanya.
Ia mengatakan bagi yang menerima plasebo akan mendapatkan vaksin Covid-19 setelah vaksin didaftarkan. Selain itu katanya, kesehatan peserta dipantau oleh petugas penelitian secara teratur sekitar 6 bulan setelah pemberian vaksin terakhir.