REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia dihadapkan pada pertumbuhan digital yang sangat pesat. Salah satu risiko pertumbuhan digital adalah pencurian data pribadi dari berbagai media sosial. Data pribadi adalah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan atau nonelektronik.
“Kalau kita sudah banyak menggunakan gadget, go virtual, banyak follow, mengizinkan akses data, kita bisa terjebak dalam perangkat digital dan menyerahkan data pribadi kita tanpa sadar. Kalau informasi data yang kita miliki dimiliki orang lain, bisa saja disalahgunakan,” ujar Dirjen Informasi dan Komunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Prof Dr Widodo Muktiyo, dalam rilisnya, Senin (27/7).
Dalam temu daring berjudul RUU PDP Sebagai Perlindungan Pribadi di Dunia Digital, Widodo mengungkapkan data pribadi merupakan suatu harga diri (dignity) yang melekat pada tiap individu untuk dijaga dan tidak memperbolehkan orang lain memiliki tanpa seizin pemiliknya.
Menurutnya, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya sadar bahwa data pribadi merupakan privasi yang harus dilindungi. Banyak ketidakpahaman pemilik data atas consent (persetujuan) dalam pengelolaan informasi pribadi yang diberikan kepada pihak lain. Persetujuan diberikan tanpa pemilik data memahami isi term of condition bahkan sering kali tanpa dibaca sama sekali.
“RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sangat urgen agar ada regulasi yang melindungi data pribadi kita, makanya kita targetkan selesai tahun ini. Data pribadi merupakan harga diri kita sebagai warga, yang melekat dan harus dijaga. Kalau ada yang meminta data pribadi, itu harus seizin kita sebagai pemilik data,” ujarnya.
“Ada permasalahan mengenai pelindungan data pribadi. Pengaturan perlindungan data diatur secara sektoral, tidak ada perlindungan dalam bentuk UU yang komprehensif sehingga kurangnya penegakan hukum. Fakta menunjukkan bahwa setiap saat muncul korban pencurian data baik perorangan maupun kelompok. Oleh karena itu, RUU PDP menjadi urgen saat ini,” lanjutnya.
Alasan lain di balik pentingnya RUU PDP menurut Widodo adalah selama ini, pelaku bisnis dapat menerapkan unfair contractual terms atas pengumpulan maupun penyimpanan data pribadi konsumen. Ditambah lagi pesatnya industri e-commerce yang memerlukan perlindungan atas cross border flow of data.
Di satu sisi, negara dianggap tidak hadir dalam melindungi data pribadi dan membiarkan hal tersebut. Masyarakat juga masing kurang teredukasi atas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam hal menjaga melindungi data pribadi.
“Tips antisipasi terhadap ancaman keamanan informasi, selalu waspada, lindungi gadget, computer dan perangkat lain yang digunakan, gunakan software orisinil (bukan bajakan), aktifkan antivirus yang up to date, lakukan penggantian kata sandi secara periodik, back up daya penting secara rutin, tidak membagikan informasi pribadi kepada sembarang pihak, abaikan lampiran surat elektronik dan URL yang mencurigakan, sejenak gunakan waktu dan berfikir matang sebelum bertindak dan laporkan ke pihak yang berwenang apabila terjadi kejahatan siber, khususnya untuk hal-hal yang berkaitan dengan eksploitasi seksual, pemerasan, penindasan dan pencurian identitas,” ujar Widodo.
Senada dengan Widodo, anggota Komisi 1 DPR RI Dave Laksono juga mengungkapkan pentingnya RUU PDP segera disahkan karena sudah masuk ke dalam Prolegnas. RUU PDP sendiri mengatur secara detil mengenai perlindungan data pribadi mulai dari klasifikasi data pribadi, penanganan sengketa hingga sanksi pidana dan administratif. RUU ini ditargetkan rampung akhir tahun 2020.
“Perlindungan data pribadi di era digital sangat perlu karena data pribadi di digital rawan bocor, adanya fenomena digital marketing, sering terjadi penyalahgunaan data, dan demi terjaminnya hak pemilik data serta perlindungan dan kepastian hukum,” ujarnya.
RUU PDP juga menjadi pintu masuk bagi pembangunan kekuatan cyber nasional, menurut Dosen Universitas Pertahanan, RM Wibawanto N. Widodo. “Salah satu kekuatan riil dalam suatu negara adalah kekuatan cyber. Penting bagi kita fokus bagaimana menciptakan kekuataan riil cyber ini untuk kepentingan nasional Indonesia di dalam ruang cyber, ujarnya.
Salah satu bunyi di dalam RUU PDP Pasal 28 G (1), adalah “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harga benda yang dibawah kekuasaannya”.