REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG---Saat ini, berdasarkan data izin operasional dan mobilitas kegiatan Industri (IOMKI) di Jawa Barat jumlah industri totalnya adalah 5.989. Namun,menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, M Arifin Soedjayana, dalam kondisi pandemi ini industri manufaktur terganggu. Sedangkan industri yang paling bertahan adalah sumber daya.
"Karena industri agro adalah yang paling kuat. Industri Agro ini merupakan kekuatan Jawa Barat Selatan dan Tengah Selatan," ujar Arifin di acara FGD sosialisasi aplikasi Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang digelar oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Kamis (23/7).
Hadir sebagai narasumber di acara ini adalah Teguh Arianto dari Pusat Data dan Informasi, Fitriana Aghita Pratama dari Direktorat Pengembangan Sistem dan Usaha, deputi penanaman modal (BKPM) yang memaparkan mengenai proses perizinan, serta Karlina Meliana, S.T. yang memaparkan pengalamannya dalam mengisi aplikasi SIINas dari sisi perusahaan.
Arifin mengatakan, untuk Jawa Barat Utara terus dilakukan pengembangan industri manufaktur. Meskipun demikian, saat ini Jabar sendiri masih menjadi target pertama untuk investasi.
Namun, kata dia, dengan sumber daya manusia di Diseperindag yang terbatas, tentu akan sulit memantau semua industri yang ada di Jabar. Jadi,
SIINas akan menjadi salah satu alat untuk mengendalikan jumlah perusahaan yang cukup banyak tersebut.
Karena, kata dia, SIINas juga menjadi koneksi bukan hanya perizinan, tapi juga dari perluasan hingga pembinaan industri. Tercatat jumlah perusahaan pada SIINas di Jawa Barat per tanggal 9 Juli 2020 adalah 5.570 perusahaan.
Arifin juga memaparkan program Disperindag Jabar tahun 2021 yang berdasarkan pemendagri 90 tahun 2019. Tiga Program Urusan Perdagangan adalah Program Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Program Pengembangan Ekspor, dan Program Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Sementara Tiga Program Urusan Perindustrian adalah Program Perencanaan Pembangunan Industri, Program Pengendalian Izin Usaha Industri, dan Program Pengelolaan Sistem Informasi Industri Nasional.
Arifin menyatakan data industri di Jawa Barat sampai 2019 memang meningkat, namun ke-validan data ini hanya belum terlihat jelas. Data diambil dari data yang berasal dari kabupaten/kota.
Sementara itu, FGD yang diselenggarakan memang untuk membangun dan menyepakati peran SIINas untuk perindustrian di Jawa Barat. Dari data ini akan terkolaborasi dengan baik dari data, izin, dan pelaku.
Di kesempatan yang sama, Teguh Adhi Arianto dari Pustadin Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menerangkan bagaimana peran SIINas dalam meningkatkan perindustrian di Jawa Barat.
“SIINas ini bisa menjadi alat dalam memantau kondisi industri yang berada di wilayah Jawa Barat,” kata Teguh.
Untuk pemantauan tersebut, kata dia, tidak bisa kalau tanpa data. Dengan SIINas, tanpa harus datang ke lokasi bisa terlihat dari kondisi perindustrian, dari mengenai lokasi hingga kekurangan tenaga kerja.
Menurutnya SIINas ini memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu UUD no. 3 tahun 2014 tentang perindustrian. Data perindustrian harus disampaikan setiap enam bulan dan data tersebut bisa dipakai untuk para pemangku kebijakan untuk menerbitkan kebijakan per wilayah. Data perusahaan industri yang masuk dari Januari sampai Juni akan disampaikan di bulan Juli, dan data perusahaan industri yang masuk dari Juli sampai Desember, akan disampaikan di bulan Januari.
“Hanya saja, perusahaan yang menyampaikan laporan Juli, belum mencapai 2.500 jumlah IOMKI. Padahal yang tercatat ada 14.000-an,” kata Teguh seraya berharap, Disperindag mau mengajak para perusahaan untuk menyampaikan laporannya.
Menjawab pertanyaan peserta dari perusahaan-perusahaan yang hadir mengenai beberapa sistem pendataan yang harus diinput, Teguh menjawab bisa ditinjau tiga opsi. Pertama jika perusahaan sudah melapor ke BKPM, tidak perlu mendata ke SIINas, karena SIINas akan mengambil data dari BKPM. Opsi lainnya jika perusahaan sudah menginput SIINas, BKPM tinggal menarik data dari SIINas. Terakhir, perusahaan tetap menyampaikan data ke BKPM maupun SIINas, karena elemen datanya beda. Misalnya BKPM ada lima pertanyaan, sementara SIINas ada sepuluh pertanyaan. Namun hal ini tentu akan menjadi perhatian, karena tentunya tidak mau membebani dengan banyaknya data yang harus diinput perusahaan.
Sementara Fitriana dari BKPM menyampaikan kalau untuk memiliki izin teknis, perusahaan harus memiliki SIINas. Memang ada laporan di BKPM, namun tidak sedetil di SIINas.