Jumat 24 Jul 2020 03:24 WIB

Sudut Pandang Jurnalis Foto Berbeda dengan Influencer

Foto jenazah Covid-19 milik Joshua adalah foto jurnalistik bukan iklan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Karta Raharja Ucu
Covid-19 (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Foto karya fotografer National Geographic Joshua Irwandi yang memperlihatkan seorang jenazah pasien Covid-19 menjadi perbincangan khalayak ramai setelah Erdian Aji Prihartanto, atau yang dikenal Anji membuat pernyataan yang kontroversial di instagram. Menurut kacamata fotografer senior, sudut pandang jurnalis foto dengan influencer itu berbeda.

“Sudut pandang @joshirwandi berbeda dengan @duniamanji ketika bergerak memotret. Foto ini foto jurnalistik, bukan foto untuk iklan atau bahan para buzzer. Foto ini dibuat untuk menggugah orang, siapa pun dia, begitu berbahayanya covid,” kata Beawiharta, seorang fotografer senior yang juga mantan fotografer Reuters, melalui akun instagramnya, @beawiharta.

Dia menambahkan foto tersebut bukan dipesan atau dibayar dan dibuat bagi buzzer untuk memengaruhi mata jutaan orang sebagai produk komersial. Dalam foto Joshua, digambarkan sesosok mayat terbungkus plastik yang meninggal akibat Covid-19 di salah satu rumah sakit di Jakarta.

"Joshua memotret segala sesuatu yang berhubungan dengan covid-19 dalam tataran jurnalistik, dunia kenyataan. Dalam era digital, jurnalistik memiliki kekuatannya sendiri, jurnalistik memiliki tataran nilai, kebenaran, validitas, yang menjadi kekuatan utamanya,” ujar Bea.

“Joshua harus memotret dalam taraf beyond, menjadi legenda, seperti foto burung pemakan bangkai yang menunggu anak Afrika yang kelaparan. Apakah kelaparan ada di Afrika? Kevin Carter membuat fotonya di tahun 1993. Apakah covid ada? Joshua membuatnya di tahun 2020,” lanjutnya.

“Intinya jurnalistik punya value sendiri, dan tidak bisa dimasukkan dalam tataran buzzer/ influncer, yang umumnya pesanan. Jurnalistik tidak membuat sesuatu yang bombastis agar di-follow orang, yang ini umumnya dilakukan buzzer,” tegasnya.

Di kesempatan lain, Anji mengatakan dia memandang persoalan viralnya foto Joshua Irwandi dengan kacamata influencer yang sering menerima brief. “Tadi malam saya turut serta dalam zoom meeting yang di dalamnya banyak fotografer hebat, membahas hal ini. Ada penjelasan dari bang @beawiharta,” tulis Anji melalui Twitter.

“Ini adalah tentang perbedaan sudut pandang. Saya membaca viralnya foto Joshua Irwandi dari banyak akun besar dengan pola caption yang seragam. Saya bukan mendiskreditkan Joshua atau profesinya, tetapi membahas pola penyebaran fotonya di media sosial,” terangnya.

Anji melanjutkan, terkait dengan pertanyaan tentang ‘kenapa keluarga orang yang meninggal karena Covid-19 tidak boleh menjenguk, sementara seorang fotografer boleh’, katanya, itu bukanlah pertanyaannya sendiri, melainkan banyak orang, hanya saja dirinya menyuarakannya.

Tentang etika jurnalistik beserta aturan-aturannya, Anji mengatakan, mendapat penjelasan dari beberapa fotografer, termasuk dari forum yang membahas foto Joshua Irwandi. “Well, saya jadi belajar tentang hal itu,”.

“Sebagai catatan tambahan, saya tidak (pernah) mendiskreditkan profesi fotografer, juga foto Joshua. Dalam caption di IG, saya menyuarakan hal-hal yang menurut saya janggal. Jika terjadi kesalahan asumsi dalam memahami kalimat saya, saya minta maaf,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement