Rabu 22 Jul 2020 18:55 WIB

Rektor IPB University:  Penataan Wilayah Butuh Big Data

Perencanaan wilayah di masa depan tidak dapat dihadapi dengan cara biasa.

Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria membuka  webinar Program Studi Perencanaan Wilayah IPB University, Senin  (20/7).
Foto: Dok IPB University
Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria membuka webinar Program Studi Perencanaan Wilayah IPB University, Senin (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Era saat ini sering disebut sebagai era yang penuh ketidakpastian. Perkembangan teknologi menyebabkan banyak perubahan dan lebih dipercepat lagi dengan munculnya pandemi Covid-19. Perencanaan pembangunan harus bisa merespons keadaan ini dengan mempersiapkan data dan sistem informasi yang kuat.

“Era pandemi ini memang penuh ketidakpastiaan. Syarat untuk bisa adaptif, kita harus punya mindset dan pandangan baru. Kecepatan perubahan yang begitu dahsyat memerlukan kemampuan berkolaborasi dan fleksibilitas. Selanjutnya juga kelincahan dan kreativitas. Kemampuan inilah yang diperlukan untuk menghadapi perubahan yang sulit digambarkan,” ungkap Prof Dr Arif Satria, rektor IPB University dalam sambutanya di kegiatan webinar Program Studi Perencanaan Wilayah IPB University, Senin  (20/7).

Prof Arif menambahkan, penataan wilayah harus mengikuti tren  yang ada. Ruang publik dibentuk berdasarkan kebutuhan hari ini. “Syaratnya adalah kita punya big data untuk menyesuaikan perubahan yang ada. Data yang diolah dengan cara kreatif dan inovatif akan menghasilkan solusi terbaik yang dibutuhkan,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Dr Ernan Rustiadi, dosen IPB University yang merupakan ahli perencanaan wilayah menyebutkan bahwa Indonesia memiliki keragaman kultur dan karakteristik wilayah. Hal ini mengharuskan setiap daerah otonom kabupaten, kota dan desa menuntut perlakuan yang berbeda. Sehingga,  kapasitas basis data harus ditingkatkan sejalan juga dengan ditingkatkannya kapasitas sumber daya manusia.

“Perencanaan wilayah di masa depan tidak dapat dihadapi dengan cara biasa. Diperlukan wawasan dan visi yang kuat dalam basis kerjasama dan jaringan yang kuat. Era ini bukan untuk dihindari tapi harus disikapi secara rasional, sistem informasi dan keputusan-keputusan tepat,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University ini.

Menurutnya, ilmu pengetahuan dan teknologi menyediakan stok informasi dan best practice yang bisa dikelola untuk masa depan. “Setiap pihak harus bisa mengubah sikap dan mindset yang lebih lincah dan adaptif terhadap perubahan. Selain itu juga penguatan-penguatan kapasitas untuk mengenal dan berfikir kompleks,” papar Dr  Ernan.

photo
Kegiatan webinar Program Studi Perencanaan Wilayah IPB University, Senin (20/7).  (Foto: Dok IPB University)

Sementara itu Dr Baba Barus, ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (ITSL), Fakultas Pertanian IPB University kembali menyebut tentang pentingnya big data. Makna big data adalah sebuah media penyimpanan data yang menawarkan ruang tak terbatas. Serta kemampuan untuk mengakomodasi dan memproses berbagai jenis data dengan cepat.

Penggunaan big data saat ini sudah banyak digunakan dalam pembangunan spasial publik. “Perencanaan dan pengembangan wilayah memerlukan data yang besar. Era digital ternyata muncul bentuk layanan baru dengan gagasan penciptaan nilai tambah. Big data diinventarisasi dalam ruang virtual perangkat lunak. Hal ini akan mempermudah analisis dan sitesis, serta permodelan data,” tambah Dr  Baba.

Dr Budi Situmorang, direktur jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (PRPT) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), mengungkap karakter baru dalam mengelola pemanfaataan ruang adalah kesiapan terhadap ketidakpastian. Caranya dengan menerapkan modul simulasi dan analisa dampak.

“Kepastian adalah ketidakpastian itu sendiri. Merespons  perubahan yang sangat dinamis dilakukan dengan memodifikasi produk pengendalian pemanfaatan ruang menjadi lebih responsif dan fleksibel. Hal ini membutuhkan kerja keras dari seluruh pihak,” tutup Dr Budi Situmorang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement