REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Muhammad Nursyamsi, Dessy Suciati Saputri, Retno Wulandhari
Pemerintah mengklaim ekonomi Indonesia mulai menuju ke arah pemulihan setelah terdampak pandemi Covid-19. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani pemulihan itu tergambarkan dari penerimaan beberapa jenis pajak yang membaik dan sejumlah kegiatan ekonomi terlihat mengalami kenaikan.
Sri menyebutkan, Purchasing Manufacturing Index (PMI) tumbuh 39,1 dari sebelumnya di tingkat 28,6. Selain itu, ekspor dan impor serta penerapan belanja modal menunjukkan perbaikan.
“Ini menggambarkan tanda-tanda turn around, mengarah ke perubahan positif,” tuturnya dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) secara virtual, Senin (20/7).
Sri mengatakan, perbaikan ini tidak terlepas dari pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di banyak kota besar, termasuk Jakarta. Tidak hanya Indonesia, tren serupa juga dirasakan negara lain yang mulai melakukan relaksasi. Sebut saja China, tempat asal penyebaran virus corona, yang mengalami pertumbuhan ekonomi pada zona positif.
Situasi ini berbeda kontras dengan April dan Mei. Saat itu, Sri menjelaskan, PSBB baru dilaksanakan di banyak kota. Dampaknya, aktivitas ekonomi terhambat dan mengganggu penerimaan pajak banyak sektor. Konsumsi rumah tangga yang selama ini jadi tulang punggung ekonomi domestik ikut tertekan.
Bahkan, Sri menambahkan, inflasi sangat rendah saat itu, termasuk ketika Ramadhan dan Lebaran. "Karena, PSBB itu terjadi puncaknya saat kita Ramadhan dan Idul Fitri. Semua komponen inflasi turun, termasuk volatile food yang selama ini penyumbang inflasi," ucap mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini.
Pada Juni, Sri mengatakan, kegiatan sektor riil seperti konstruksi tercatat mulai menggeliat. Cadangan devisa pun mengalami peningkatan seiring penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) valtua asing. Likuiditas bank juga cukup rendah dan dinilai terkendali.
Situasi pemulihan juga terlihat pada penerimaan pajak, terutama jenis Pajak Penghasilan (PPh) badan yang tumbuh negatif 41,0 persen. Meski masih kontraksi, situasinya membaik dibandingkan Mei yang menyusut sampai 53,9 persen.
Pph 26 bahkan mulai tumbuh positif 19,9 persen pada Juni. Sebelumnya, pada Mei, penerimaan dari jenis pajak ini menyusut 19,7 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Perbaikan dramatis turut terjadi pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor yang kontraksi 5,6 persen pada Juni, kontras dengan penyusutan 37,4 persen pada Mei.
Dengan situasi tersebut, Sri mengatakan, tergambarkan bahwa Juni menjadi momentum arah pembalikan ekonomi Indonesia yang pada awal kuartal kedua mengalami pemburukan. "Ada harapan pemulihan," katanya.
Tidak hanya peningkatan pendapatan negara, menurut Sri Mulyani, konsumsi listrik juga mulai menggeliat. Ia mencontohkan konsumsi listrik pada bulan lalu mengalami pertumbuhan positif 5,4 persen, dari sebelumnya kontraksi 10,7 persen.
"Kalau dilihat dari konsumsi listrik, terlihat adanya indikator yang cukup solid menunjukkan, turn around di ekonomi kita," tuturnya.
Apabila dilihat secara detail, perbaikan signifikan terutama terjadi pada industri. Pada Mei 2020, kenaikan konsumsi listriknya berada di zona negatif 33 persen. Tapi, pada Juni, konsumsinya naik sampai pada zona positif, tepatnya 3,7 persen.
Sektor industri sendiri berkontribusi 31,7 persen terhadap total konsumsi listrik. Apabila mereka tumbuh positif, berarti ada peningkatan pada produksi barang ataupun jasa.
Situasi yang membaik juga terjadi pada industri. Meski masih kontraksi 10,5 persen, angka ini membaik dibandingkan penyusutan 22 persen pada Mei. Perbaikan ini menandakan kembali meningkatnya aktivitas ekonomi.
Di sisi lain, permintaan listrik rumah tangga relatif lebih flat dari 9,7 persen pada Mei menjadi tumbuh 12,7 persen pada Juni. Secara total, Sri mengatakan, konsumsi listrik mulai tumbuh ke zona positif 5,4 persen dari yang semula negatif 10,7 persen pada Mei ataupun zona negatif pada bulan-bulan sebelumnya.
"Ini adalah tanda-tanda positif yang mengonfirmasi, kegiatan ekonomi mulai menggeliat," ujar Sri.
Pemulihan juga terlihat dari penjualan eceran Juni yang membaik dibandingkan Mei. Sri mengatakan, Indeks Penjualan Riil (IPR) bulan lalu naik menjadi minus 14,4 persen, dari minus 20,6 persen. Terjadi perbaikan pada kelompok makanan, minuman dan tembakau serta bahan bakar kendaraan.
Di sisi lain, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan lalu naik menjadi 83,8 dari 77,8 pada Mei. Kenaikan ini mengindikasikan optimisme konsumen yang membaik.
"Ekspektasi konsumen menguat terhadap perkiraan ekonomi," tutur Sri.
Demi percapatan penanganan Covid-19 demi pemulihan ekonomi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Menteri BUMN Erick Thohir sebagai ketua pelaksana gugus tugas pemulihan Covid-19 dan ekonomi nasional. Erick dibantu Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dan Ketua Gugus Tugas Pemulihan Ekonomi Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin.
Erick langsung menggelar rapat bersama Doni dan Budi dalam menyusun program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi pada Senin (20/7).
"Kita harapkan dalam minggu ini kita bisa sampaikan program ke ketua tim yaitu Pak Menko (Airlangga) dan segera bisa kita paparkan ke presiden langsung," ujar Erick di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (20/7).
Erick menilai pembentukan gugus tugas penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi dalam satu wadah merupakan sinyal positif dalam upaya perang melawan Covid-19. Erick mengaku akan berdiskusi terlebih dahulu dengan sejumlah menteri seperti Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan pada menteri koordinator dalam penyusunan program. Erick juga akan memetakan sektor-sektor usaha mana saja yang paling terdampak akibat covid-19.
"Kalau program sudah kita sepakati baru kita usulkan ke presiden. Hari ini kami langsung buat rapat internal. Kita harapkan besok atau Rabu sudah ada garis besar dan bisa kita sampaikan ke Menko Perekonomian," ucap Erick.
Jokowi, kata Erick, ingin penanganan Covid-19 berjalan bersamaan dengan penanganan pemulihan ekonomi nasional. Erick tidak ingin masyarakat salah arti tentang kebijakan normal baru yang justru malah melakukan kegiatan secara normal tanpa adanya disiplin kesehatan. Perilaku ini justru membuat kondisi kembali sulit lantaran ancaman gelombang kedua.
"Terbukti beberapa bisnis belum dibuka misal bisnis perfirlman atau yang main musik di kafe pasti terdampak karena kafe belum buka. Ini kenapa Pak Presiden memutuskan di bawah Menko Airlangga kedua tim digabungkan supaya berjalan seiring," lanjut Erick.
Erick melihat sinergitas antara penanganan Covid-19 dengan pemulihan ekonomi tidak bisa dipisahkan. Sebelum mendorong peningkatan daya beli masyarakat, Erick menilai perlunya kesigapan dalam penyediaan bahan pangan. Erick tidak ingin kejadian pada saat penerapan PSBB di Jakarta beberapa bulan lalu kembali terulang.
"Jangan sampai seperti dulu PSBB di Jakarta, dari produksi Krakatau Steel atau usaha lain di Banten tidak bisa kirim (ke Jakarta), truk ditahan. Sebelum menjadi keputusan, kita sinergi dan petakan agar keputusan menyeluruh. Ada rapat review dari presiden langsung seminggu sekali," kata Erick menambahkan.
Segera belanjakan anggaran
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun meminta jajarannya agar segera membelanjakan anggaran yang telah disiapkan untuk menangani pandemi Covid-19. Anggaran sebesar Rp 695,2 triliun pun telah dialokasikan untuk percepatan penanganan covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional.
Jokowi menekankan, percepatan penggunaan anggaran ini sangat penting apalagi di saat krisis kesehatan dan ekonomi terjadi. Ia menyebut, tak sedikit masyarakat yang telah menunggu dan membutuhkan anggaran untuk bertahan dari pandemi ini.
“Kecepatan itu sangat penting, apalagi di era krisis kesehatan dan ekonomi sekarang ini. Percuma kita memiliki anggaran tapi anggaran tersebut tidak bisa secara cepat dibelanjakan untuk rakyat. Padahal rakyat menunggu, padahal rakyat membutuhkan pada saat perekonomian juga sangat membutuhkan,” kata Jokowi, dalam acara Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2019 di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/7).
Lebih lanjut, Jokowi mengingatkan kementerian dan lembaga agar tata kelola dan manajemen penggunaan anggaran harus dilakukan dengan baik dan benar. Selain itu, sasaran penggunaan APBN juga harus tepat dan dijalankan dengan prosedur yang sederhana sehingga rakyat bisa merasakan manfaatnya secara maksimal.
Meskipun belanja anggaran harus dilakukan secara cepat dan tepat, Jokowi juga mengingatkan agar akuntabilitas dijaga.
“Setiap rupiah uang rakyat dalam APBN harus digunakan secara bertanggung jawab, harus dikelola dengan transparan, dikelola sebaik-baiknya serta sebesar-besarnya digunakan untuk kepentingan rakyat,” ucap dia.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dicanangkan pemerintah untuk mengatasi dampak Covid-19 belum direalisasikan secara optimal.
Menurut Eko, hal tersebut tercermin dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi yang masih mengalami koreksi di kuartal II dan kuartal III. Dengan kondisi tersebut, Eko melihat, Indonesia berpotensi mengalami fase resesi pada 2020 ini.
"Tanda-tanda bahwa kuartal III akan kembali positif belum terlihat, jika kuartal III juga negatif maka akan masuk resesi," kata Eko, Senin (20/7).
Eko mengatakan ekonomi Indonesia masih terus mengalami ketidakpastian seiring jumlah kasus positif Covid-19 yang belum bisa ditekan dan dikendalikan. Di sisi lain, banyak dunia usaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta merumahkan karyawan akibat lesunya permintaan.
Menurut Eko, tanpa kemampuan secara optimal memanfaatkan program PEN, maka prospek ekonomi akan sulit bangkit di tahun ini. Selain itu, ia menambahkan, stimulus harus diimplemetasikan dengan cepat dan tepat sasaran terutama untuk UMKM dan sektor pertanian-kelautan
Eko melihat, sektor-sektor ini dapat mempercepat stimulasi meningkatnya daya beli, sehingga dapat menimbulkan efek pengganda ke industri besar dan sedang, pariwisata, transportasi, perdagangan dan seterusnya.
"Namun, sebelum semua itu dapat berjalan sesuai rencana, pemerintah harus bisa mengendalikan pandemi ini. Kalau kasus positif naik terus, ya kebijakan ekonomi apapun sulit berjalan mulus," tutur Eko.