REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin tak mengizinkan adanya rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III terkait kasus lolosnya buron kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra. Meski begitu, anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan, pihaknya akan tetap mengusahakan agar RDP dapat terlaksana.
"Iya dong (diusahakan), iya karena kan ini ada perbedaan. Katakanlah sisi pandang terkait ketentuan Undang-Undang MD3 itu," ujar Arsul di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/7).
Ia menjelaskan, pimpinan Komisi III telah mengajukan surat izin menggelar RDP bersama Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, dan Polri. Namun, Azis belum menandatangani surat tersebut.
Padahal, kasus lolosnya Djoko Tjandra dinilainya perlu dibahas segera. Mengingat, buron tersebut yang berhasil mengelabui tiga lembaga saat masuk ke Indonesia.
"Ini kan kasus yang memang mempermalukanlah dunia penegakan hukum kita. Masa seolah jajaran penegak hukum yang begitu banyak orangnya, kemudian bisa katakanlah diperdayai," ujar Arsul.
Ia menilai, Azis memiliki alasan tersendiri untuk tak mengizinkan RDP. Tetapi, ia berharap pimpinan DPR mengizinkan digelarnya RDP gabungan tersebut
"Komisi III sebetulnya menginginkan supaya ada RDP gabungan itu di masa reses. Nah ini yang saya kira kami nanti bisa musyawarahkan kembali lah dengan pimpinan DPR," ujar Arsul.
Sebelumnya, tudingan Aziz menolak tanda tangan disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR Herman Hery. Rapat yang dimaksud merupakan permohonan Komisi III untuk menjalankan fungsi pengawasan, usai menerima dokumen berupa surat jalan buronan Djoko Tjandra dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin membantah tudingan menolak menandatangani surat yang diberikan Komisi III terkait Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Aparat Penegak Hukum seperti Polisi, Kejaksaan dan Kemenkumham. "Saya menjalankan tatib dan keputusan bamus (Badan Musyawarah)," kata Azis melalui pesan singkatnya pada Republika, Sabtu (18/7).