Senin 20 Jul 2020 11:17 WIB

'Karyawan Perusahaan Harus Dibekali Pengetahuan Radikalisme'

Tidak ada satupun masyarakat yang imun dari pengaruh paham radikal dan kekerasan.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Boy Rafli Amar (kanan)
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Boy Rafli Amar (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya pencegahan paham radikal terorisme di lingkungan perusahaan swasta dinilai merupakan salah satu langkah untuk memutus mata rantai terorisme di Indonesia. Karena terorisme ini terjadi dimulai dengan pengaruh paham dan ideologi radikal yang menyasar siapapun atau kelompok-kelompok yang rentan dan bahkan tidak menutup kemungkinan karyawan perusahaan swasta pun juga dapat terpengaruh paham radikal terorisme tersebut.

"Karena itulah, sejak dini para karyawan dan masyarakat secara umum harus dibekali pengetahuan tentang indikasi, gejala dan langkah praktis dalam mencegah penyebaran paham dan ideologi radikal ini yang bisa menyasar kepada siapapun, bahkan tidak menutup kemungkinan karyawan perusahaan swasta bisa juga terpengaruh paham radikal tersebut,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar dalam sambutannya saat membuka acara menggelar Sarasehan dan Seminar Pencegahan Online bersama Perusahaan Swasta dengan tema “Langkah Praktis Pencegahan Radikalisme Di Lingkungan Perusahaan Swasta” beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut Kepala BNPT menjelaskan bahwa radikalisme sebagai suatu paham berpotensi mendorong pada aksi kekerasan dan terorisme yang telah menggunakan berbagai pola penyebaran dan rekrutmen. Hal ini sangat penting diketahui oleh pemegang kebijakan di lingkungan kerja sebagai panduan untuk menilai dan mengawasi lingkungan kerja masing-masing.

"Dalam banyak kasus di lingkungan kerja, fenomena radikalisme ini banyak memanfaatkan ruang-ruang terutup dan aktifitas ekslusif yang sulit dideteksi dan diawasi. Selain itu, gejala radikalisme di lingkungan kerja terkadang juga memanfaatkan kegiatan keagamaan untuk menanamkan doktrin ekslusif, intoleran dan anti perbedaan,” ujar mantan Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan (Waka Lemdiklat) Polri ini.

Karena itu menurut alumni Akpol tahun 1988 ini, fenomena ini harus segera dikenali, dipahami dan diberikan porsi perhatian serius oleh para pemegang kebijakan di lingkungan kerja. Karena jika tidak, fenomena ini sangat mengganggu terhadap budaya korporasi yang sehat yang menanamkan kerjasama dan kebersamaan.

“Karena kalau dibiarkan dapat merusak pemikiran para karyawan di perusahaan tersebut. Dan yang paling membahayakan bahwa radikalisme ini akan merusak pandangan ideologi dan wawasan kebangsaan karyawan sehingga karyawan tersebut bisa-bisa memilih jalan kekerasan untuk melakukan aksi  teror. Itu tidak boleh terjadi,” ujar mantan Kapolda Papua ini.

Kepala BNPT kembali menegaskan bahwa tidak ada tendensi untuk menaruh curiga apalagi menuduh adanya radikalisme di lingkungan perusahaan swasta. namun, pencegahan ini berangkat dari kesadaran bahwa tidak ada satupun masyarakat yang imun dari pengaruh paham radikal dan ideologi kekerasan.

“Jangankan karyawan dan pegawai perusahaan, di lingkungan TNI, Polri dan ASN pun sangat rentan dari pengaruh paham ini. Tidak sedikit fakta yang berbicara tentang keterpengaruhan para pegawai di lingkungan pemerintahan yang sudah terpengaruh paham radikal, intoleran teror,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement