Ahad 19 Jul 2020 09:00 WIB

IPB University dan IAIFI Bahas Pentingnya Pangan Fungsional

IPB-IAIFI juga mengupas pentingnya kesejahteraan hewan.

Prof Dr MH Bintoro, dosen IPB University dari Divisi Ekofisiologi Tanaman, Departemen Agrikultur dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Foto: Dok IPB University
Prof Dr MH Bintoro, dosen IPB University dari Divisi Ekofisiologi Tanaman, Departemen Agrikultur dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- IPB University bersama Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia (IAIFI) kembali menyelenggarakan webinar seri.  Kali ini bertajuk Optimalisasi Pendayagunaan Sumber Daya Alam dalam Mendukung Hidup Sehat di Masa Pandemi Covid-19, Kamis (16/7). Harapannya, dengan diadakannya acara tersebut, akan terjalin kerja sama antara pihak terkait di bidang penelitian atau belajar-mengajar.

Melalui sambutannya, Ketua IAIFI, D Ermita Ilyas menyampaikan bahwa webinar tersebut dapat meningkatkan ilmu pengetahuan serta terjalinnya kerja  sama antara anggota IAIFI dalam meningkatkan penelitian yang berintegrasi demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Pada kesempatan ini, Prof Dr MH Bintoro, dosen IPB University dari Divisi Ekofisiologi Tanaman, Departemen Agrikultur dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dan Ketua Umum Masyarakat Sagu Indonesia (MASSI) menyampaikan perihal sagu sebagai alternatif pangan pasca pandemi. “Letak geografis Indonesia sangat cocok untuk membudidayakan tanaman sagu, khususnya wilayah timur,” kata Prof Bintoro dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Selain itu, kata dia,  kandungan dalam sagu yang memiliki gizi yang cukup dapat dijadikan sebagai sumber pangan fungsional di samping sebagai makanan pokok. Terlebih lagi bagi penderita diabetes karena kandungan indeks glikemik yang rendah.

Saat ini olahan sagu pun beranekaragam, mulai dari kue hingga makanan kalengan atau sebagai beras analog sehingga tidak membosankan. “Jadi kalau kita mau menggunakan makanan lokal, kearifan lokal, maka sebenarnya kita tidak perlu impor beras,” ungkapnya.

Selain sagu, Dr Hendra Susanto dari Departemen Biologi Universitas Negeri Malang juga menyampaikan bila Moringa oleífera atau kelor dapat dijadikan sebagai tambahan sumber pangan alternatif. Kelor dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mengatasi metabolic imbalance dan sebagai intervensi nutrisional bagi kebutuhan faal tubuh dengan harapan imunitas akan meningkat.

Kelor sebagai green material yang berperan sebagai anti malnutrisi juga memiliki antioksidan dari golongan flavonoid yang tinggi serta kandungan vitamin C yang lebih besar dari jeruk atau kalsium yang lebih besar dari susu. “Riset terhadap kelor varietas dari Madura juga sedang dikembangkan sebagai tindak lanjut upaya pemanfaatan kelor dalam kearifan lokal,” ujar Dr Hendra.

Di samping tanaman, peningkatan konsumsi ikan juga penting untuk meningkatkan imunitas tubuh. Prof Dr Ari Purbayanto, Guru Besar IPB University menjelaskan bahwa potensi ikan Indonesia di angka 12,54 juta ton di tahun 2017. Angka ini belum termasuk perairan daratan.

“Kurangnya pemahaman masyarakat akan gizi dan manfaat ikan bagi kecerdasan dan kesehatan disinyalir menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat konsumsi ikan.  Sehingga,  program edukasi dan promosi Gemarikan harus lebih digalakkan kepada seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Dr Hera Maheswari, dosen IPB University dari Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, yang juga menjabat sebagai Ketua IAIFI Cabang Bogor, menyampaikan materi kesejahteraan hewan dalam perspektif ilmu faal dalam mendukung hidup sehat di era normal baru.

Menurutnya pengelolaan dan pemeliharaan hewan ternak harus dilakukan berdasarkan prinsip animal welfare. “Kesejahteraan hewan yang dijunjung tinggi akan mendukung kesehatan hewan ternak yang nantinya akan dikonsumsi oleh masyarakat,” kata Dr Hera.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement