Sabtu 18 Jul 2020 05:26 WIB

Dradjad: Konsumsi RT Kunci Lolos Resesi

Pemerintah harus bisa menjaga konsumsi rumah tangga untuk bisa lolos dari resesi.

Dradjad Wibowo
Foto: istmewa/doc pribadi
Dradjad Wibowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia diyakini akan lolos dari resesi jika bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga. Jika gagal memperbaiki konsumsi rumah tangga maka  peluang resesi sangat tinggi.

Ekonom INDEF, Dradjad Wibowo mengatakan pada kwartal II, potensi resesi akan terlihat pada ekonomi Indonesia pertumbuhan ekonominya negatif berapa. "Kita tunggu saja angka BPS. Perkiraan minus 3 hingga 4 persen. Saya kira tidak jauh-jauh dari angka itu,” kata Dradjad dalam pesan suaranya kepada Republika.co.id, Jumat (17/7). Untuk disebut resesi, lanjutnya, tandanya adalah pada kwartal III juga negatif.

Mengenai prospek pertumbuhan negatif, menurut Dradjad, memang tekanan resesionari terhadap Indonesia semakin tinggi. "Dari sisi global drop, dari sisi regional Singapura dan Thailand sudah mengalami konstraksi besar,” kata Ketua Dewan Pakar PAN itu.

Bedanya dengan Indonesia, kata Dradjad, Singapura dan Thailand mengandalkan sektor jasa. Dengan demikian sangat tergantung pada perjalanan orang, sehingga ketika orang tidak melakukan perjalanan karena pandemi maka otomatis pasar sektor jasa ambruk.

“Kita walaupun sektor jasa dominan, namun tidak sebesar Singapura maupun Thailand, sehingga bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengurangi tekanan resesionari,” ungkapnya.

Dari sisi domestik, kata Dradjad, tekanan resesionari terjadi karena konsumsi rumah tangga di Indonesia terpukul. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada ekonomi rumah tangga atau domestik. 

Dradjad melihat tracking pertumbuhan ekonomi per kwartal dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga per kwartal sejak 1998, pergerakannya seiring.  Apalagi konsumsi RT itu masih memegang 55 sampai 60 persen dari PDB. Jadi misal konsumsi RT tumbuh 6% maka pertumbuhan ekonomi tidak jauh-jauh dari angka tersebut.

Saat ini konsumsi rumah tangga sangat drop karena pandemi Covid-19. Orang khawatir untuk pergi ke mal, kongkow ngopi. “Memang kalau lihat di jalan masih banyak masyarakat yang di warung, tapi ekonomi UMK seperti warung ini tidak besar terhadap PDB. Justru yang besar adalah konsumsi RT kelas menengah dan atas. Ini yang sekarang drop,” paparnya.

"Kalau melihat situasi ini, risiko resesi Indonesia semakin tinggi,” kata Dradjad.

Mengenai peluang lolos dari resesi, Dradjad mengatakan kuncinya Indonesia harus mempertahankan konsumsi rumah tangga.  Jika pemerintah tidak bisa menjaga konsumsi rumah tangga maka peluangnya sudah sangat tingi masuk resesi. Kalau bisa menjaga, bisa jadi Indonesia akan tumbuh positif di kwartal III. “Saya masih meyakini kita bisa tumbuh positif di kwartal III kalau bisa menjaga konsumsi rumah tangga,” papar Dradjad.

Dradja mengatakan, ia kurang separat dengan yang disampaikan Presiden Jokowi yang menyebut kalau Indonesia melakukan //lockdown maka Indonesia akan mengalami kontraksi  hingga minus 17%. Presiden Jokowi, menurut dia, mendapat masukan yang tidak pas.

Bukti-bukti ilmiah menunjukan negara yang cepat melakukan ristriksi kesehatan masyarakat atau intervensi nonfarmasi hasilnya cepat pulih ekonominya. “Itu fakta ilmiah kasus pandemi flu 1918,” kata dia.

Pada 2020 ini, temuan ilmiah ini didukung dengan temuan di New Zealand dan Taiwan. Kedua negara ini cepat melakukan retriksi sehingga cepat mengatasi pandemi. Hasilnya, di puncak lockdown di kwartal I 2020, ekonomi New Zealand hanya mengalami minus 0,2 % berdasar yoy.

Dan secara kwartalan hanya minus 1,6%. Sekarang mereka sudah berhasil menekan kasus corona menjadi 0. Sekarang bahkan mereka sudah bisa nonton liga rugby, sudah tanpa masker. Sehingga ekonomi cepat pulih.

Negara-negara yang melakukan restriksi dengan cepat memperoleh proses pemulihan ekonomi dengan kurva V. Sementara yang lambat maka malah kurvanya U. “Pertumbuhan ekonominya lama sekali,” ungkap Dradjad. Contohnya AS. Kasus Covid-19 banyak sekali, dan nilai dolarnya turun.

Tidak ada pertentangan antara ekonomi dengan kesehatan masyarakat. Kalau kesehatan masyarakatnya terkena pandemi, maka ekonominya juga kena resesi. Kalau kesehatan masyarakatnya cepat pulih maka ekonominya juga cepat pulih.

Dradjad menyarankan kepada Presiden Jokowi, kalau ingin menghindarkan Indonesia dari resesi ekonomi maka harus segera dipulihkan konsumsi rumah tangga. Untuk memulihkan konsumsi rumah tangga maka masyarakat harus dibuat percaya diri dulu untuk pergi ke luar. "Dan itu perlu bisa mengendalikan pandemi Covid-19, sehingga langkah-langkah kesehatan masyarakat menjadi sangat krusial,” kata Dradjad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement