Menanggapi hal itu Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara menyebutkan kejadian tersebut kasuistis. Dari jutaan pelajar menurutnya memang akan selalu ada yang aneh, unik, berbeda bahkan tak senonoh.
“Anak tetaplah anak dengan segala kekurangannya. Anak yang seperti ini masuk pada kategori ABK. Ia berkebutuhan khusus orang tua, guru, dan suasana di mana ia tinggal harus diperbaiki,” ujarnya pada Republika, Rabu (15/7).
Meski demikian, ia meminta segera dilakukan komunikasi dengan murid dan orang tuanya. Murid, guru, dan kedua orangtua harus melakukan pertemuan virtual, bahkan bila perlu petemuan tatap muka. Sebab, ia menegaskan kehormatan guru harus dilindungi bersama.
“Orang tua sangat bertanggung jawab atas komentar nakal anak. Guru juga harus memberikan pengertian dan teguran dengan tegas pada anak didik yang bersangkutan. Ia tidak boleh melontarkan kata-kata yang tak pantas dilakukan para pelajar. Bila perlu diberi sanksi yang edukatif agar ia tidak mengulanginya,” ucapnya
Selain itu, Dudung berkata harus ada tindakan dengan memberikan bimbingan serta sanksi edukatif kepada murid yang berbuat tidak baik. “Guru harus melakukan dekapan adam. Apa Dekapan Adam? Dekati, Kenali, Pantau, Apresdiasi dan Dampingi setiap anak didik. Baik melalui daring ataupun luring,” ucapnya.
Direktur Eksekutif ICJR (Indonesian Criminal Justice Reform) Erasmus Napitupulu menyebut perlunya pengecekan usia pelaku, berada di usia anak atau dewasa. yang menjadi langkah paling penting. Namun jika masih di usia anak ia menyebut akan lebih bijak menggunakan hukuman dari sekolah dibandingkan hukum nasional.
“Kalau mereka SMK bisa dibilang anak atau remaja, maka kalau menurut saya pribadi lebih baik diterapkan tindakan disiplin dari sekolah saja mengingat mereka masih anak. Tapi kalau ditanya apakah bisa masuk ranah hukum? Tentu bisa sebagai tindakan penghinaan ringan. Masuk ke 315 KUHP karena ada pelecehan yang dilakukan di hadapan publik,” ujarnya.