REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan yang juga Direktur Eksekutif Center of Intelligent and Strategic Studies (CISS), Ngasiman Djoyonegoro bekerjasama dengan Lembaga Kajian Nawacita (LKN) melaunching dan membedah buku berjudul “Perang Global Melawan Corona, Perspektif Intelijen” pada Kamis (16/7).
Bedah buku yang digelar secara virtual melalui aplikasi zoom tersebut menghadirkan sejumlah tokoh penting sebagai narasumber di antaranya hadir sebagai keynote speaker mewakili Panglima TNI Marsekal TNI Dr (HC) Hadi Tjahjanto, SIP adalah Marsdya TNI Kisenda Wiranatakusumah, MA (Kepala Badan Intelijen Strategis TNI) dan dr Reisa Broto Asmoro (Tim Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19).
Dan sebagai narasumber antara lain Letjen TNI (Purn.) Ediwan Prabowo (Ketua NSI), Dr Wawan H Purwanto (Dep 7 BIN / Jubir), Dr Riant Nugroho MSi CBA (Pakar Kebijakan Publik), Dr Wendy Wisnuwati Setiawati (Lembaga Kajian NawaCita), dan Hery Haryanto Azumy (Ketum Forum Satu Bangsa).
Dalam sambutannya, Simon, panggilan akrab Ngasiman Djoyonegoro, membeberkan tujuan penulisan buku. Salah satu poin penting yang disampikan adalah bahwa sebagai bencana nasional non-alam, wabah Covid-19 bukan saja persoalan kesehatan, namun punya dampak lain seperti dampak sosial, ekonomi, bahkan ancaman dari sisi pertahanan dan keamanan.
“Melihat Covid-19 harus juga dilihat dari perspektif yang lain. Termasuk perspektif dunia intelijen. Dampak yang ditimbulkan Covid-19 ini sangat kompleks. Banyak pihak menyatakan bahwa virus corona adalah senjata biologis yang sengaja diciptakan pihak tertentu untuk menimbulkan kekacauan global untuk menuju pada titik keseimbangan baru,” kata Simon dalam sambutannya, Kamis (16/7).
Menurut Simon, tidak dapat memandang bahwa Covid-19 sebagai situasi ancaman kesehatan semata. Ada perspektif lain yang perlu ditelusuri dan diperdalam lebih lanjut. Mengantisipasi upaya pengambilalihan kontrol terhadap negara-negara oleh sekelompok negara lain.
Simon melalui bukunya tersebut juga mengimbau supaya negara dapat lebih siaga dalam menghadapi ancaman wabah, seperti Covid-19.
“Dari sisi dunia intelijen dan pertahanan, pemerintah perlu memperkuat pertahanan biologi (biodefense) pada tugas operasi militer. Ini merupakan upaya pertahanan terhadap agen biologi yang digunakan sebagai senjata oleh pihak yang konflik serta terhadap penyakit infeksi endemis,” katanya.
Sementera itu, Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Marsdya Kisenda Wiranatakusumah, MA dalam paparannya mengatakan bahwa sebagai negara besar dan negara kepulauan, tingkat penyebaran Covid-19 ini derajatnya bervariasi antardaerah. Karenanya, jajaran pemerintah daerah dibantu jajaran TNI dan POLRI serta dukungan dari pemerintah pusat terus melakukan langkah-langkah yang efektif dan efisien dalam menangani penyebaran dan dampak Covid-19.
“Selama vaksin dan obatnya belum ditemukan, maka kita tidak boleh lengah. Tidak hanya tak kasatmata, Covid-19 tidak mengenal batas negara, dan menyerang siapa pun tanpa pandang bulu, tanpa melihat pangkat, jabatan, tanpa melihat status sosial,” katanya.
Marsdya TNI Kisenda Wiranatakusumah, MA juga mengapresiasi atas terbitnya buku saudara Ngasiman Djoyonegoro, termasuk sepakat dengan rekomendasi dalam buku tersebut.
“Saya sangat sepakat dengan rekomendasi di buku karya Mas Simon ini. Yaitu soal perlunya dikembangkan biodefense yang lebih kekinian dan inovatif. Ini penting untuk mengantisipasi segala kemungkinan ancaman-ancaman di masa mendatang yang lebih rumit, modern dan tak terdeteksi,” tambahnya.
Sementara itu, LetJen TNI (Purn) Ediwan Prabowo (Ketua NSI) mengatakan geopolitik sudah bergeser. Negara hebat adalah negara yang mampu mengatasi Covid-19. “Covid-19 membuat geopolitik berubah. Sekarang kita bisa lihat mana yang negara hebat itu,” katanya.
Juru Bicara BIN, Dr Wawan H Purwanto, mengapresiasi karya Ngasiman Djoyonegoro. “Sebagai karya intelektual, karya mas Simon patut disambut baik,” katanya.
Wawan juga menjelaskan bahwa pemerintah dan BIN saat ini terus melakukan upaya-upaya strategis dan preventif guna memutus mata rantai penularan Covid-19 sekaligus menstimulus pertumbuhan ekonomi.
"Tentu pemerintah (red-BIN) terus melakukan langkah strategis preventif. Kita butuh sinergi semua pihak. Dan kesadaran bersama mematuhi protokol kesehatan di tengah new normal," tambahnya.
Pakar kebijakan publik Riant Nugroho, mengatakan pandemi Covid-19 level tiga namun penangananya masih level satu. “Pandemi Covid-19 level 3 tapi penangananya masih level 1,” ujarnya.
Ketua Forum Satu Bangsa, Hery Haryanto Azumy, mengatakan bahwa ancaman terhadap manusia sesungguhnya datang dari manusia itu sendiri. Karenanya, perlu membentuk masyarakat resiko di seluruh dunia.
“Kita perlu membentuk global crisis society. Dan tentu persepktif intelijen kesehatan yang lebih futuristik memang sangat diperlukan. Selamat atas karya mas Simon,” katanya.
Dr Wendy Wisnuwati Setiawati dari Lembaga Kajian NawaCita menyerukan kepada masyarakat Indonesia untuk bisa gunakan sumber daya alam natural sebagai pilihan pertama untuk prefentif Covid-19. “Indonesia adalah negara yang sangat luas dan kepulauan. Kaya sumber daya alam naural. Kita perlu memenfaatkan kekayaan kita ini,” ujarnya.