REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan tingkat kemiskinan karena pandemi Covid-19 berdampak pada ekonomi masyarakat. Untuk mengantisipasi ledakan kemiskinan, pemerintah diminta memperhatikan akurasi dalam mengeluarkan kebijakan.
"Laporan BPS tentang peningkatan angka kemiskinan pada bulan Maret 2020 menjadi 9,78 persen menunjukan bahwa dampak Covid-19 merupakan ancaman serius bagi kehidupan sosial kita. Bulan Maret 2020, Covid-19 sudah mulai terjadi di Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzilly saat dihubungi Republika, Kamis (16/7).
BPS mencatat persentase penduduk miskin per Maret 2020 sebesar 9,78 persen atau naik dari posisi September 2019 sebesar 9,22 persen. Secara jumlah, penduduk miskin bertambah menjadi 26,42 juta orang. Jumlah itu naik 1,63 juta orang dibandingkan dengan September 2019.
Ace mengaku, telah mengingatkan potensi masyarakat menengah yang rentan jatuh miskin jika resesi ekonomi mendera, seperti halnya kini terjadi pada negara seperti Singapura. Dia mengakui, pemerintah yang telah mengeluarkan kebijakan perlindungan sosial agar masyarakat memiliki daya tahan untuk tidak kembali ke angka kemiskinan kembali.
Program regular perlindungan social seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau Kartu Sembako, Kartu Prakerja, Bantuan Sosial Tunai (BST), bantuan energi listrik dan Gas, termasuk juga program bantuan iuran Jaminan Kesehatan telah dikeluarkan. Pemerintah daerah juga telah mengeluarkan program perlindungan sosial untuk mengatasi dampak pandemic Covid-19 ini.
Berbagai program tersebut, menurut pemerintah, diperuntukan bagi masyarakat 40% lapisan paling bawah penduduk Indonesia. Seharusnya, dengan skema perlindungan sosial ini, dapat menjadi daya tahan ekonomi bagi ketahanan sosial masyarakat.
Namun, Ace menekankan, kebijakan perlindungan sosial ini juga harus disertai kebijakan pemulihan ekonomi bagi pelaku UMKM yang memang menjadi penggerak ekonomi pada lapisan menengah ke bawah. Selain itu, berbagai program bantuan perlindungan sosial ini harus disertai dengan akurasi penerima bantuan tersebut.
"Jika tidak akurat, tentu bantuan perlindungan sosial itu, akan menjadi ambyar. Oleh karena itu, perbaikan data penerima bantuan sosial itu harus terus dilakukan agar tepat sasaran," kata Ace.
Di samping itu, untuk program perlindugan sosial, dapat dilakukan dengan dua hal. Pertama, menahan laju kenaikan angka kemiskinan dengan program perlindungan sosial yang telah berjalan selama ini di seluruh daerah di Indonesia.
Kedua, Ace menambahkan, pemerintah juga dalam hal bantuan perlindungan sosial harus fokus pada daerah-daerah yang memang angka kemiskinannya mengalami kenaikan. Data-data penerima bantuan sosial harus disesuaikan dengan tingkat kenaikan angka kemiskinan di provinsi atau kabupaten kota yang sangat terdampak.
"Kami Komisi VIII akan terus mengawasi efektivitas program perlindungan social tersebut agar berjalan dengan baik dan menahan laju naiknya angka kemiskinan," ujar Politikus Golkar itu.
Ace menilai, dampak ekonomi sudah terasa sejak bulan Februari 2020 dimana aktivitas ekonomi, terutama pariwisata dunia, transaksi perdagangan dunia, berdampak pada ekonomi global dan juga akibat kebijakan pembatasan social berskala besar yang mulai diberlakukan pada awal Maret 2020.
Seperti yang sudah diduga sebelumnya, kata Ace, gelombang PHK akibat pembatasan sosial dan transaksi ekonomi yang mengalami pelambatan dan bahkan stagnasi, mengakibatkan dampak yang sangat besar bagi aspek sosial.
"Kecenderungan meningkatkannya angka kemiskinan ini, menurut saya, akan terus menjadi ancaman serius bagi masyarakat kita pada saat ini dan satu tahun mendatang," kata dia.