Rabu 15 Jul 2020 07:31 WIB

Legislator: Rp 10.000 T Bisa Dilacak Via MLA Indonesia-Swiss

MLA juga dapat digunakan dalam memberantas kejahatan perpajakan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Aksi antikorupsi (ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Aksi antikorupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss (Mutual Legal Assistance/MLA RI-Swiss) dalam Rapat Paripurna DPR sore ini, Selasa (14/7). Indonesia bisa melacak uang para koruptor maupun pengemplang pajak yang ada di Swiss. 

Ketua Pansus RUU MLA RI-Swiss DPR Ahmad Sahroni mengatakan, dana yang jumlahnya diperkirakan mencapai ribuan triliun hasil korupsi dan pengemplangan pajak kini bisa dilacak. "Lebih dari, more than, ya almost 10 ribu triliun (rupiah)," ucapnya kata Sahroni usai rapat paripurna. 

Namun, kata Sahroni, angka pasti jumlah uang pengembangan pajak yang tersimpan di Swiss itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan yang lebih menegtahui pastinya. 

Dalam paparan paripurna, RUU ini terdiri atas 39 pasal yang mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen, rekaman dan bukti, penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengembalian aset, penyediaan informasi yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya.

“Termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut, serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negara yang diminta bantuan,” kata Sahroni dalam paparannya. 

Sahroni melanjutkan, perjanjian menganut prinsip retroaktif (Pasal 1 ayat 2). Artinya pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara RI dan Swiss dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. 

Perjanjian ini juga ditujukan untuk pemberantasan korupsi serta membawa hasil tindak pidana korupsi yang disimpan di luar negeri. “Tidak terbatas masalah korupsi, MLA juga dapat digunakan dalam memberantas kejahatan perpajakan agar dapat memastikan tidak adanya warga negara atau badan hukum Indonesia yang melakukan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya,” kata dia.

Wakil Ketua Komisi III DPR ini menambahkan, Pasal 8 perjanjian ini mengatur mengenai batas kerahasiaan data informasi, dokumen dan barang yang menjadi bagian dari pelaksanaan kerja sama timbal balik dalam masalah pidana. 

Pengaturan ini merupakan salah satu materi penting yang diajukan oleh Konfederasi Swiss sebagai syarat dalam kesepakatan perjanjian. Perjanjian ini juga menyederhanakan prosedur bantuan hukum timbal balik, khususnya dengan mengurangi persyaratan formal.

“Pemerintah perlu memperbaharui perkembangan terakhir dari praktik pencucian uang yang dilakukan oleh para pelaku di Indonesia yang mana kemungkinan besar Swiss bukan lagi menjadi tempat untuk menempatkan aset, rekening  atau uang mengingat sudah beralih ke negara lain,” ujar Politikus Nasdem ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement