REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menjelang Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya menerjunkan tim untuk melakukan pemeriksaan kesehatan hewan qurban. Pemeriksaan dilakukan tak hanya di lokasi penjualan hewan qurban, tapi juga di tempat pemotongan. Hal ini untuk memastikan daging hewan qurban itu layak dikonsumsi masyarakat.
Kepala DKPP Surabaya, Yuniarto Herlambang mengatakan, pemeriksaan dilakukan tidak hanya kesehatan hewan qurban, tapi juga terhadap asal hewan dan para pedagangnya. “Jadi kita ada tim pemeriksaan hewan ternak sebelum disembelih maupun sesudah disembelih. Tim ini yang akan menyebar memeriksa hewan-hewan ke seluruh Surabaya,” kata Herlambang di Surabaya, Ahad (12/7).
Dalam melakukan pemeriksaan kesehatan hewan qurban, pihaknya membagi personel menjadi lima tim. Masing-masing tim beranggotakan 60 personel yang disebar ke berbagai wilayah di Surabaya. Yakni, Surabaya Barat, Surabaya Utara, Surabaya Selatan, Surabaya Timur, dan Surabaya Pusat.
Tim yang diterjunkan, kata Herlambang, melakukan pemeriksaan dengan tetap menerapkan protokol pencegahan penularan Covid-19. "Pengawasan dari tim kita tentunya dengan protokol (kesehatan), kita sampaikan ke teman-teman juga agar hati-hati,” ujarnya.
Selain itu, pemeriksaan kesehatan hewan qurban juga dilakukan di tempat pemotongan seperti rumah-rumah ibadah. Pemeriksaan di tempat pemotongan akan dilakukan mulai 31 Juli–2 Agustus 2020. Bagi hewan qurban yang telah dilakukan pemeriksaan, akan diberi tanda atau sticker. Karena itu, pihaknya mengimbau masyarakat agar membeli hewan qurban yang kondisinya sehat.
“Kita ingin masyarakat mau membeli hewan itu tahu bahwa hewan ini sehat maupun tidak sehat. Nah, yang sehat-sehat itu nanti yang akan kita beri tanda stiker-stiker,” kata Herlambang.
Kasi Kesehatan Hewan dan Kesmavet (Kesehatan Masyarakat dan Veteriner) DKPP Surabaya, Novia Andriani menyampaikan, pemeriksaan kesehatan di tempat pemotongan hewan dilakukan dengan melihat kondisi organ dalam. Seperti hati dan paru-paru. Sebab, dia menilai, pada musim-musim seperti ini hewan sangat rentan terhadap penyakit.
“Kenapa kok kita lebih memilih melihat organnya, karena kita khawatirkan pada saat Idul Qurban orang-orang memasak tidak penuh, misal seperti sate hati dimasak setengah matang. Kalau termakan oleh kita bisa menyebabkan diare akut, demikian juga dengan paru-paru. Itu yang lebih kita tekankan,” kata Novia.
Sedangkan untuk dagingnya, kata Novia, selama hewan ternak itu berasal dari Jawa Timur dipastikan terbebas dari penyakit antraks. Di samping itu, hewan qurban yang sehat juga bisa terlihat dari kondisi fisiknya, seperti tidak cacat, tidak luka, tidak diare, serta kakinya tidak pincang. Kemudian, mata hewan itu juga terlihat bersinar bukan berair, serta kondisi cuping hidung lembab.
“Kalau (cuping hidung) kering itu bisa juga bukan karena sakit, mungkin baru didatangkan jadi dehidrasi. Tapi, kalau hewan yang sakit itu sudah kelihatan, bulunya kusam tidak klimis. Kalau hewan sehat itu klimis bulunya mengkilat,” kata dia