Selasa 07 Jul 2020 21:15 WIB

DPD Minta Kementan Fokus Urus Ketahanan Pangan

produktivitas pangan khususnya beras, harus benar-benar ditingkatkan.

Petani menanam padi di Kampung Cibungur, Lebak, Banten, Jumat (3/7/2020). Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak optimistis target produksi gabah sebanyak 600 ribu ton pada tahun 2020 terealisasi karena gerakan percepatan tanam terus dioptimalkan untuk mewujudkan ketahanan pangan di tengah pandemi COVID-19.
Foto: ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Petani menanam padi di Kampung Cibungur, Lebak, Banten, Jumat (3/7/2020). Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak optimistis target produksi gabah sebanyak 600 ribu ton pada tahun 2020 terealisasi karena gerakan percepatan tanam terus dioptimalkan untuk mewujudkan ketahanan pangan di tengah pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin meminta Kementerian Pertanian (Kementan) lebih fokus mengurus ketahanan pangan dibanding mewacanakan produksi massal kalung antivirus Corona yang dibuat dari tanaman eucalyptus.

"Dalam jangka pendek, di tengah pandemi COVID-19 Kementan sebaiknya fokus pada program ketahanan pangan, kebutuhan pangan. Ini lebih fundamental dari tahun ke tahun,” kata Sultan, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (7/7).

Ia menekankan bahwa produktivitas pangan khususnya beras, harus benar-benar ditingkatkan. "Persediaan pangan akan menipis. Untuk itu dibutuhkan peningkatan produktivitas sebagai antisipasi keterbatasan pangan dan energi di masa mendatang," ujarnya.

Pro dan kontra masih mewarnai rencana Kementan yang akan memproduksi massal kalung antivirus Corona (COVID-19), di mana kalung tersebut dipercaya bisa ampuh mematikan Virus Corona.

Menurut Sultan, rencana memproduksi massal kalung antivirus Corona tidak sesuai dengan tupoksi Kementan.

"Dokter, kalangan akademisi bahkan masyarakat awam tidak percaya dengan keampuhan kalung itu. Pertama memang, belum ada bukti uji klinis, kedua sedikit aneh kalau Mentan ngurusin yang bukan bidangnya," ujar Sultan.

Senator asal Bengkulu ini juga mengingatkan agar Kementan hati-hati dan tidak gegabah menggunakan anggaran APBN untuk kepentingan yang di luar kebutuhan.

"Apalagi Kementan mengatakan akan memproduksinya massal, ini sumber dananya dari mana? Jangan bilang nanti anggarannya dari APBN. Kalau memang tidak bisa dicegah dan memaksa akan produksi kalung itu secara massal silahkan tapi jangan pakai APBN," ujarnya.

Kementan juga berencana menggandeng PT Eagle Indo Pharma (Cap Lang) untuk memproduksi kalung antivirus tersebut. Bahkan perjanjiannya sudah diteken lisensi formula antivirus berbasis minyak eucalytus di Bogor pada pertengahan Mei 2020.

Bantah

Sementara itu Kementan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menegaskan bahwa produk inovasi aromaterapi berbahan dasar tanaman eucalyptus, termasuk salah satunya dalam bentuk kalung, tidak diklaim sebagai antivirus Corona.

Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufry menjelaskan bahwa produk kalung eucalyptus itu memiliki formula yang sama dengan produk lainnya, seperti roll on, inhaler, balsam dan minyak aromaterapi yang berbasis nanoteknologi.

Menurut Fadjry, hasil temuan tersebut telah dipatenkan dan telah diregistrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), meskipun terdaftar sebagai produk jamu herbal.

"Kita tidak overclaim, memang izin dari BPOM tidak menyebut antivirus di situ, sama seperti di 'eucalyptus roll on ini tidak menyebut (antivirus). Izin edar ini sebagai jamu," kata Fadjry.

Ia menjelaskan bahwa saat ini kalung eucalyptus masih dikategorikan sebagai produk jamu, mengingat hasil temuan ini belum melewati uji praklinis maupun uji klinis.

Dengan begitu, produk inovasi eucalyptus ini belum dapat diklaim sebagai antivirus Corona. Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian laboratorium, ekstraksi dari tanaman eucalyptus mampu membunuh 80-100 persen virus influenza dan Corona.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement