Senin 06 Jul 2020 12:20 WIB

UGM: Kalung Eucalyptus Belum Terbukti Anti-Covid-19

Eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat untuk anti virus corona.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Daun eucalyptus. Eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat untuk anti virus corona penyebab Covid-19. Sebab, masih perlu pembuktian dengan proses panjang hingga pengujian klinis atau pada manusia.
Foto: Wikipedia
Daun eucalyptus. Eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat untuk anti virus corona penyebab Covid-19. Sebab, masih perlu pembuktian dengan proses panjang hingga pengujian klinis atau pada manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa waktu lalu merilis produk kalung eucalyptus yang diklaim sebagai antivirus corona. Produk tersebut akan diproduksi karena disebut mampu membunuh virus influenza, beta, dan gamma corona.

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof Suwijiyo Pramono, mengatakan, eucalyptus mengandung zat-zat aktif bermanfaat bagi tubuh. Ada minyak atsiri yang miliki senyawa 1,8 sineol bersifat antibakteri, antivirus, dan ekspketoran pengencer dahak.

Baca Juga

Pakar herbal ini mengungkapkan, memang pernah ada penelitian eucalyptus terhadap virus influenza dan virus corona, bukan virus corona Sars-Cov-2. Hasilnya, menunjukkan mampu untuk membunuh virus flu dan corona (yang lama).

"Virus corona Sars-CoV-2 ini kan baru, dalam uji Kementan kemarin menggunakan virus itu atau bukan? Misalpun sudah, kembali lagi kalau uji baru di tahap invitro, baru sebatas itu," kata Pramono lewat rilis yang diterima Republika, Senin (6/7).

Ia berpendapat, penggunaan kalung eucalyptus ini baru mampu membunuh virus yang berada di luar tubuh. Artinya, belum dengan Covid-19 yang sudah berada dalam tubuh karena dengan kalung zat aktif eucalyptus yang terhirup relatif kecil.

Untuk itu, walaupun bisa mematikan virus, tapi masih belum secara signifikan. Pakar yang merupakan pula tenaga ahli Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ini menekankan, untuk membuktikan kemampuan kalung masih harus dilakukan uji klinis.

Selama ini, lanjut Pramono, eucalyptus dipakai secara topikal atau inhalasi, tapi bukan untuk digunakan sebagai obat dalam. Pemakaian eucalyptus umumnya dioles atau dihirup seperti di produk minyak kayu putih, balsem, roll on dan lain-lain.

Menurut Pramono, eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat untuk anti virus corona penyebab Covid-19. Sebab, masih perlu pembuktian dengan proses panjang hingga pengujian klinis atau pada manusia. Selain itu, harus mengantongi izin BPOM.

"Kalau disebut sebagai obat anti virus Covid-19 belum bisa. Apalagi, kalau digunakan per oral (memasukkan obat melalui mulut) tidak direkomendasikan karena jika dosis penggunaan tidak tepat akan berbahaya," ujar Pramono.

Ia menjelaskan, batas aman penggunaan eucalyptus per oral berkisar antara 0,3-0,6 mililiter. Sedangkan, penggunaan berlebih akan menyebabkan iritasi dalam lambung dan meracuni susunan syaraf pusat yang bisa berakibat kematian.

Penggunaan eucalyptus bentuk kalung untuk alat kesehatan memang bisa saja berpotensi membantu penyembuhan pasien Covid-19. Sebab, zat aktif eucalyptus dapat dihirup dan membantu melegakan pernafasan pasien yang mengalami gejala sesak napas.

Tapi, Pramono mengingatkan, jika dalam bentuk kalung masih harus diuji secara klinis. Jika bentuk sediaannya minyak akan cukup dosis, sehingga saat dihirup minimal bisa melegakan napas dan mengencerkan dahak.

"Dalam hal ini bisa membantu obat standar yang diberikan kepada pasien Covid-19 dalam proses penyembuhan, bukan sebagai obat utama Covid-19," kata Pramono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement