REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Action Against Corruption (IAAC) menyayangkan sikap oknum anggota DPR yang meminta jatah pembagian CSR BUMN. Menurut dia, tindakan seperti itu layak dikritisi. Direktur Eksekutif IAAC Dodisutarma Lapihu mengatakan, CSR adalah bentuk komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat. Itu semua baik bagi perseroan sendiri, masyarakat umum, maupun komunitas setempat di mana lokasi perseroan tersebut menjalankan aktifitas operasionalnya.
"Oleh karena itu, DPR RI seharusnya melakukan fungsi pengawasan terhadap mitra kerjanya bukan malah melakukan praktik politisasi CSR BUMN," kata dia di Jakarta Ahad (5/7).
Dia menegaskan, IAAC mengecam keras sikap dan tindakan beberapa anggota DPR RI yang secara terang-terangan meminta jatah penyaluran CSR BUMN ataupun diikutsertakan pada saat penyaluran CSR BUMN.
Dia nengatakan, tindakan minta-minta tersebut patut diduga merupakan penyalahgunaan wewenang yang memalukan dan merendahkan marwah DPR secara kelembagaan.
"IAAC meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki potensi penyalahgunaan CSR BUMN dengan adanya praktek 'minta jatah' oleh oknum-oknum anggota DPR," ujarnya.
Dia pun mengingatkan agar para pimpinan partai politik dapat menegur anggotanya yang menurutny telah melakukan tindakan memalukan tersebut.
"IAAC memberikan dukungan kepada Menteri BUMN dan para pejabat BUMN agar selalu mengelola BUMN dengan tujuan untuk kepentingan bangsa dan kesejahteraan rakyat, dan tidak menjadikan BUMN sebagai 'sapi perahan' ataupun 'pesanan politik' bagi kepentingan dan keuntungan pihak-pihak tertentu.