REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Hukum Kontrak Pengadaan Indonesia (DPP PERKAHPI) berharap emerintah dan DPR-RI memperbaiki sistem hukum kontrak Indonesia. Mereka juga berharap adanya kodifikasi hukum kontrak Nasional seiring dengan semakin kompeksnya permasalahan hukum Kontrak di Indonesia dan Internasional.
Demikian hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP PERKAHPI Sabela Gayo dalam Konfrensi Nasional Ahli Hukum Kontrak Indonesia yang diselenggarakan secara webinar pada tanggal, 3-4 Juni 2020. Konferensi pada tahun ini mengambil tema “Kontrak Barang/Jasa Pemerintah; Perdata atau Tindak Pidana Korupsi Pengadaan”.
Sabela menuturkan, tujuan dari kegiatan ini, memberikan solusi kepada pengambil kebijakan terkait dengan permasalahan hukum kontrak umum (commercial contract) dan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah (Government Procurement Contract) di Indonesia.
Dalam koferensi ini, sambung Sabela, para ahli hukum kontrak Indonesia masih sangat prihatin atas kondisi hukum kontrak nasional. Menurut dia, sampai hari ini belum memiliki Indonesia Undang-Undang khusus tentang kontrak umum dan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah.
“Kondisi ini menimbulkan berbagai permasalahan hukum di lapangan mulai dari ketidakpastian pelaksanaan kontrak itu sendiri sampai dengan mekanisme penyelesaian sengketa kontraknya,” jelasnya.
Konferensi Nasional Ahli Hukum Kontrak Indonesia ini semula akan diselenggarakan pada tanggal 3 – 4 April 2020 di Jakarta namun karena adanya wabah pandemi Corona, maka Panitia Pelaksana mengundurkan jadwal pelaksanaannya menjadi tanggal 3 – 4 Juli 2020. Peserta Konferensi tahun ini berjumlah 150 orang peserta yang terdiri dari 120 orang Ahli Hukum Kontrak/Ahli Hukum Kontrak Pengadaan dan sisanya 30 orang lagi berasal dari Kementerian/Lembaga/Organisasi Swasta lainnya.
Sejumlah pihak yang menjadi narasumber berasal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Keumseong Law Firm dari Korea Selatan dan dari DPP PERKAHPI sendiri.
Rekomendasi
Dalam konferensi ini teleh dirumuskan sejumlah rekomendasi. Pertama, perlunya Undang-undang khusus tentang kontrak umum dan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam jangka pendek, DPP PERKAHPI mendorong para pemangku kepentingan menyusun peraturan pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2020 terkait dengan penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020. “Para stakeholder bersama para penegak hukum (KPK-red), LKPP, dan lembaga auditor negara menyusun kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah dalam masa pandemi COVID-19 agar bisa mencegah terjadinya Tindka Pidana Korupsi,” jelasnya.
Pemangkasan anggaran di sejumlah kementerian/lembaga/badan pemerintahan dimasa pandemi ini telah menyebabkan terhambatnya pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah.Sabela mengingatkan pemotongan atau pemangkasan anggaran itu bukan berarti kontrak pengadaan itu menjadi hilang, tapi anggaran itu dialihkan ke program lainnya seperti penanganan COVID-19, batuan sosial, bantuan langsung tunai (BLT), insentif fiskal dan kepabeanan, dan program UMKM.
Ke depan, Sabela berharap pemerintah mengalokasikan anggaran bagi tim ahli hukum kontrak pengadaan barang/jasa.
“Dalam Peppres 16 tahun 2018 tentang ketentuan penggunaan anggaran atau pejabat pembuat komitmen ketentuan ini sudah diatur bahwa PPK itu boleh menetapkan tim ahli atau pendukung. Tapi persoalannya paket pengadaan barang/jasa disahkan oleh pemerintah daerah dan DPRD atau tingkat pusat antara DPR dan Presiden, PPK tak dilibatkan dalam kontrak tersebut,” kata Sabela.