REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) Arif Hadiwinata mengungkapkan bahwa skor Indonesia untuk kebebasan ketenagakerjaan 2020 merosot ke peringkat 145 dari 184 negara. Dia mengatakan, rendahnya skor tersebut telah menciptakan iklim investasi yang buruk di dalam negeri.
Arif melanjutkan, hal itu kemudian berdampak pada menipisnya ketersediaan lapangan pekerjaan dan meningkatnya jumlah pengangguran. Dia mengatakan, tingginya pengangguran pada akhirnya akan menghantui perekonomian nasional.
"Pemerintah harus secepatnya mengeluarkan kebijakan yang dapat menampung mereka melalui penciptaan lapangan kerja," kata Arif dalam keterangan, Sabtu (4/7).
Arif mengatakan, Indonesia memiliki cukup banyak regulasi yang mengatur sektor ketenagakerjaan. Dia melanjutkan, banyaknya regulasi itu tidak menjamin efisiensi namun justru terjadi tumpang tindih peraturan.
"Hasilnya bukan memudahkan, tapi malah memberatkan. Regulasi justru menjadi hambatan paling umum untuk melakukan kegiatan wirausaha secara bebas dan investasi," katanya.
Dia berpendapat, diperlukan reformasi regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Dia berharap, RUU Ciptaker yang kini tengah dibahas DPR dan pemerintah dapat mengubah kondisi yang ada dan berpihak pada kepentingan nasional.
Sebagai sebuah regulasi ekosistem ketenagakerjaan, Arif menilai bahwa semua klaster dalam RUU tersebut sama pentingnya untuk dibahas dan diselesaikan dalam satu paket. Dia mengatakan, menunda atau meninggalkan salah satu klaster akan menjadikan regulasi ekosistem ketenagakerjaan pincang.
"Termasuk klaster ketenagakerjaan harus dilanjutkan dengan penguatan pada visi kebebasan ketenagakerjaan dan penciptaan iklim saling menguntungkan di antara stakeholder yang terlibat," katanya.