REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Pembagian zonasi di Malioboro untuk mengatur kuota pengunjung mulai diterapkan sejak awal pekan. Penerapan ini sebagai bagian dari uji coba protokol kunjungan wisatawan di kawasan utama wisata di Kota Yogyakarta tersebut.
“Kami sudah mulai mengatur kuota maksimal jumlah pengunjung di tiap zona. Tujuannya supaya tidak ada kerumunan orang di tiap zona,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Ekwanto di Yogyakarta, Kamis.
Jalan Malioboro dari ujung utara hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta terbagi dalam lima zona, baik di pedestrian timur maupun barat. Zona 1 dimulai dari Grand Inna Malioboro-Malioboro Mall, Zona 2 dari Malioboro Mall-Mutiara, dan Zona 3 dari Halte Transjogja 2-Suryatmajan. Zona 4 dari Suryatmajan-Pabringan dan Zona 5 dari Pabringan-Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Di tiap zona sudah ditetapkan kuota maksimal pengunjung yang bisa berada di zona yang sama dalam satu waktu tertentu. Petugas akan memperoleh informasi mengenai jumlah dan pergerakan pengunjung karena seluruh pengunjung Malioboro wajib memindai QR code yang sudah tersedia di tiap zona dengan telepon genggam.
“Setiap kali berpindah zona, maka pengunjung harus melakukan pemindaian ulang. Dengan demikian, kami bisa memantau pergerakan jumlah pengunjung di tiap zona. Petugas di tiap zona akan mengingatkan pengunjung untuk selalu memindai QR code,” kata Ekwanto.
Jika jumlah pengunjung sudah memenuhi kuota, maka akan ada pemberitahun ke telepon genggam petugas yang berada di zona tersebut. Misalnya di satu zona memiliki kuota 500 pengunjung. Maka saat jumlah pengunjung memenuhi kuota, akan ada notifikasi di telepon genggam petugas.
"Saat kuotanya tersisa 30 atau 50 pengunjung, koordinator lapangan diminta menghubungi petugas melalui radio untuk mengingatkan jika di zona tersebut sudah hampir penuh,” terangnya.
Sejak awal pekan, pengunjung lebih banyak memadati zona 1, zona 2, dan zona 5 Malioboro. Namun belum ada zona dengan jumlah pengunjung melebihi kuota.
“Jumlah pengunjung rata-rata masih 500 sampai 600 orang per hari. Didominasi warga lokal DIY meski sudah ada beberapa dari luar daerah tetapi jumlahnya masih sedikit,” jelas Ekwanto.
Sejumlah kendala yang dihadapi petugas di lapangan adalah pengunjung belum memahami cara memindai QR code. “Ada yang masih harus dibimbing atau bertanya ke petugas. Terkadang, ini yang berpotensi menimbulkan kerumunan,” katanya.
Proses pemindaian yang seharusnya dapat dilakukan dengan cepat harus berlangsung lebih lama karena pengunjung tidak siap dengan aplikasi pemindai QR code. Kondisi ini terkadang menimbulkan antrean.
“Harapannya, pengunjung sudah siap dengan aplikasi pemindai QR code sehingga proses masuk ke Malioboro menjadi lebih cepat,” imbaunya.
Puncak kunjungan di Malioboro biasanya terjadi sejak pukul 16.00-24.00 WIB. Di jam-jam tersebut, petugas cukup kewalahan. "Tetapi kami berusaha semaksimal mungkin agar wisatawan tetap mematuhi aturan,” katanya.
Selain memindai QR code, wisatawan juga harus menjalani pengecekan suhu badan, berjalan sesuai alur dan berhenti untuk beristirahat di tanda yang sudah ditetapkan.