Selasa 30 Jun 2020 23:42 WIB

Solusi Masalah Karhutla Perlu Dilihat dari Beragam Ilmu

Pemerintah kini tengah mencoba skema insentif daerah bagi yang mampu menjaga hutannya

Relawan menyemprotkan air dari alat damkar menggunakan mesin kendaraan motor saat mengikuti lomba inovasi damkar portabel di Polda Kalteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (24/6/2020). Lomba inovasi yang digelar Polda Kalteng dalam rangka HUT Bhayangkaraya tersebut diikuti oleh Satgas Karhutla Provinsi Kalteng terdiri dari Polri, TNI, Pemadam Kebakaran dan relawan yang bertujuan untuk mencegah bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan (karhutla) serta akan disiagakan di seluruh kawasan rawan terjadinya karhutla.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Relawan menyemprotkan air dari alat damkar menggunakan mesin kendaraan motor saat mengikuti lomba inovasi damkar portabel di Polda Kalteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (24/6/2020). Lomba inovasi yang digelar Polda Kalteng dalam rangka HUT Bhayangkaraya tersebut diikuti oleh Satgas Karhutla Provinsi Kalteng terdiri dari Polri, TNI, Pemadam Kebakaran dan relawan yang bertujuan untuk mencegah bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan (karhutla) serta akan disiagakan di seluruh kawasan rawan terjadinya karhutla.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan perlunya mencari akar permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan solusinya dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu.

"Kita perlu melihat akar permasalahan dari penyebab karhutlatermasuk gambut secara terintegrasi dengan solusi lintas disiplin ilmu," kata Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto dalam diskusi daring bertema desa gambut yang diselenggarakan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dipantau di Jakarta pada Selasa (30/6).

Pandangan dari sisi berbagai ilmu seperti sosial dan ekonomi, menurut dia, bisa dipakai agar bisa menuntaskan permasalahan karhutla dari hulu sampai ke hilir.

Sudut pandang yang beragam itu kemudian akan terintegrasi dalam berbagai program yang lebih luas dengan tingkat nasional melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan di tingkat provinsi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Selain itu yang penting juga terjadi peningkatan pengawasan dan penegakan hukum berbasis komunitas, kata dia. Artinya komunitas yang melakukan pengawasan dan jika terjadi sesuatu maka aparat akan bergerak.

Dia juga mengatakan perlu pengaturan kelembagaan yang jelas untuk meningkatkan keterlibatan aktif dari masyarakat dan aktor non-pemerintah dengan peran pemerintah menjadi fasilitator untuk membuat kerangka kebijakan yang tepat.

"Kita perlu mengubah paradigma gambut yang saat ini menjadi penyedot biaya ke depan menjadi penghasil dana," kata dia.

Dia memberi contoh gambut sebagai penghasildana dengan adanya skema perdagangan karbon, meski mengakui prosesnya cukup panjang untuk melakukan identifikasi, menyusun proses dan menentukan pihak mana yang akan membayar.

Tidak hanya perdagangan karbon, pemerintah kini tengah mencoba skema insentif daerah bagi yang mampu menjaga hutannya. "Saat ini kami sedang mencoba untuk memberikan dana insentif daerah bagi daerah-daerah yang mampu menjaga luas hutannya tidak berkurang," kata Arifin.

Jika berhasil melakukan itu pemerintah daerah tidak hanya akan mendapatkan penghargaan berupa piala tapi juga dalam bentuk dana insentif daerah yang bisa dimanfaatkan untuk lebih menjaga kelestarian ekosistem dan menyejahterakan masyarakat di daerahnya.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement