REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni P. Purbasari mengajak semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama memperbaiki program Kartu Prakerja untuk membantu para pesertanya. "Memang banyak yang harus diperbaiki tapi pelan-pelan kita bareng-bareng untuk memperbaiki ini," kata Denni ketika dihubungi di Jakarta pada Ahad (28/6).
Hal itu harus dilakukan karena Kartu Prakerja sudah memberikan banyak manfaat bagi penggunanya dengan dana bantuan pelatihan sebesar Rp1.000.000. Dana itu dapat dipakai dengan memilih dari 2.700 pelatihan yang disediakan serta adanya insentif Rp600.000 per bulan selama empat bulan.
Layanan pelatihan Kartu Prakerja sendiri tersedia dalam bentuk daring (online) dan offline tapi karena situasi pandemi saat ini yang tersedia hanya pelatihan via internet. Adanya layanan online, kata dia, memberikan kesempatan kepada semua peserta di seluruh Indonesia memiliki akses yang sama untuk pelatihan.
Hal yang tentu berbeda ketika melakukan pelatihan offline di mana terkadang peserta harus datang ke sebuah kota atau kabupaten tertentu, biasanya kota besar, untuk mendapatkan pelatihan yang diinginkan. Namun, ketika pandemi COVID-19 usai maka pelatihan tatap muka tetap akan dilakukan.
"Sejak diluncurkan pada April 2020, program Kartu Prakerja telah membuka tiga gelombang penerimaan peserta yang berasal dari 512 kabupaten/kota," kata Denni.
Dia mengharapkan para peserta Kartu Prakerja benar-benar menggunakan kesempatan tersebut untuk mendapatkan ilmu dan dapat bertanggung jawab dengan dana bantuan pelatihan yang diberikan untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. "Ini adalah, katakanlah, kebebasan yang bertanggung jawab," kata dia.
Dalam survei yang diadakan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) kepada peserta program pelatihan Kartu Prakerja, sekitar 92 persen penerima menyatakan pelatihan yang didapat efektif dan bisa meningkatkan kesempatan memperoleh kerja.
Survei yang dilakukan pada 19 Mei hingga 1 Juni itu juga melihat bahwa 80,8 persen merupakan pengangguran, 12,1 persen merupakan karyawan atau buruh dan sisa 7,1 persen adalah pemilik usaha. Sekitar 96 persen menyatakan gabungan pelatihan dan bantuan sosial membatu meringankan hidup di masa pandemi.