REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kapasitas pemeriksaan tes usap untuk dua unit mobil laboratorium PCR milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diperbantukan di Kota Surabaya, Jawa Timur, ditambah. "Kapasitas pemeriksaan juga ditambah menjadi sekitar 500 tes usap per hari," kata Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya Febria Rachmanita di Surabaya, Ahad (28/8).
Menurut dia, sasaran tes usap tersebut, untuk semua masyarakat terutama orang dalam pemantauan (ODP), pasien dengan pengawasan (PDP) dan orang tanpa gejala (OTG), orang dengan risiko (ODR). Febria menjelaskan dua unit mobil PCR milik BNPB itu kembali lagi ke Surabaya karena Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersurat kepada Kepala BNPB.
Dalam suratnya itu, Wali Kota Risma memohon kepada BNPB supaya mobil tersebut dihadirkan lagi ke Surabaya untuk mempercepat penanganan Covid-19 di daerah itu. "Sabtu (27/6) kemarin langsung dioperasikan dua unit mobil itu. Ada yang melakukan tes usap di Asrama Haji dan ada pula yang di Gelora Pancasila," ujarnya.
Menurut dia, semakin banyak pemeriksaan yang dilakukan, semakin banyak pula ditemukan kasus. Dengan begitu, akan bisa melakukan pengobatan sedini mungkin supaya dia bisa sembuh dari COVID-19.
"Tetapi kalau tahunya sudah dalam level yang parah, tentu akan lebih susah untuk disembuhkan," kata Feny.
Sebetulnya, lanjut dia, upaya yang tengah dilakukan ini seperti membelah gunung es, artinya yang terpenting dari hal ini adalah terus gencar dalam tiga hal, yaitu tracing, tes dan treatmen. "Makanya masyarakat tidak perlu takut, dari awal kita tahu bahwa kita akan mencegah kematian," ujarnya.
Bahkan, kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya ini, selama ini warga Kota Surabaya sangat proaktif dalam melakukan pemeriksaan tes, baik yang dilakukan pemkot, Badan Intelijen Negara (BIN) maupun BNPB secara gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun. Untuk itu, Febria meminta ketika warga melakukan pemeriksaan, dipastikan agar terdaftar di Puskesmas masing-masing, tujuannya agar Dinkes dapat melakukan pemantauan terhadap orang tersebut beserta kontak erat yang bersangkutan.
"Kami juga mengimbau, baik swasta atau perusahaan BUMN yang sudah tes rapid atau tes usap untuk lapor ke Dinkes. Bukan untuk apa-apa. Kita harus lakukan tracing untuk mencari sumber penularannya," katanya.