REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Arif Satrio Nugroho, Nawir Arsyad Akbar, Antara
Gerindra menjadi partai terbaru di DPR yang mempertimbangkan pembatalan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dibatalkan. Munculnya polemik yang terus memanas hingga kini, menjadi alasan Gerindra.
"Melihat polemik yang ada saat ini maka bukan tidak mungkin kami akan meminta agar RUU HIP ditinjau ulang atau dibatalkan dengan melihat situasi dan kondisi saat ini," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/6).
Namun menurut dia, partainya akan membicarakan terkait RUU HIP ditingkat DPP dengan meminta pendapat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Setelah itu menurut dia baru akan disampaikan sikap resmi partainya terkait RUU HIP tersebut.
Dia juga membantah kabar yang beredar bahwa Gerindra menjadi pengusul RUU tersebut yang kemudian menjadi polemik di masyarakat.
"Kami tidak mengusulkan RUU HIP, kalau ada berita-berita seperti itu maka perlu diluruskan bahwa Gerindra tidak pernah mengusulkan RUU tersebut," ujarnya.
Menurut Dasco, pada awalnya, pihaknya setelah membaca Naskah Akademik RUU HIP adalah penguatan terhadap ideologi Pancasila. Namun menurut dia, dalam perkembangannya, partainya belum tahu lebih lanjut karena belum ada Daftar Inventarisir Masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR.
Sebelumnya, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) telah menyampaikan sikap resmi terkait RUU HIP. Fraksi PAN mendesak agar pembahasan mengenai RUU HIP dihentikan dan dicabut dari program legislasi nasional (prolegnas).
"Menyikapi dinamika sosial politik yang mengiringi pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), Fraksi PAN dengan ini menyatakan dengan tegas menolak untuk ikut membahas RUU HIP. Sejalan dengan itu, Fraksi PAN mendesak pimpinan DPR RI dan seluruh pihak terkait untuk segera menghentikan pembahasan RUU HIP tersebut sekaligus mencabut dari program legislasi nasional (prolegnas)," kata Wakil Ketua Fraksi PAN DPR Saleh Partaonan Daulay, dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Rabu (24/6).
Saleh menjelaskan, sikap resmi Fraksi PAN tersebut didasarkan atas berbagai pertimbangan. Pertama, Fraksi PAN sejak awal telah memberikan catatan khusus terhadap RUU HIP, yaitu terkait tidak dimasukkannya TAP MPRS/XXV/1966 sebagai konsideran.
"Fraksi PAN ketika itu menginginkan agar TAP MPRS tersebut dijadikan sebagai konsideran. Bahkan Fraksi PAN dengan tegas menyatakan akan menarik diri dari pembahasan jika catatan khusus itu tidak diindahkan. Tidak masuknya TAP MPRS tersebut dinilai sebagai sesuatu yang sangat sensitif yang bisa menimbulkan polemik, perdebatan, dan bahkan penolakan dari publik," ujarnya.
Saleh menjelaskan, Fraksi PAN telah mengkaji secara mendalam pendapat dan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat terkait RUU HIP. Dari kajian yang dilakukan, Fraksi PAN menyimpulkan melanjutkan pembahasan RUU tersebut akan lebih banyak mendatangkan mudarat dibandingkan manfaat.
"Apalagi saat ini, sudah banyak ormas dan tokoh masyarakat yang dengan terang dan terbuka menyatakan penolakan," ungkapnya.
Fraksi PAN juga menegaskan, Pancasila yang rumusannya tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah ideologi yang telah final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Fraksi PAN juga menilai bahwa upaya mensosialisasikan dan memasyarakatkan Pancasila telah banyak dilakukan MPR RI dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Upaya-upaya tersebut perlu semakin ditingkatkan dengan melibatkan banyak komponen masyarakat lain, termasuk perguruan tinggi, sekolah, ormas, OKP, organisasi profesi, dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya," ucapnya.
Adapun, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menilai RUU HIP layak disetop bila isinya tetap berusaha menafsirkan Pancasila.
"Kalau RUU HIP seperti yang ada isinya, ya saya juga sepakat untuk dihentikan saja," kata Arsul di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Kamis (25/6).
Arsul memahami hak pengusul RUU tersebut bila mengubah RUU terkait aspek legal standing dan penguatan kelembagaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Ia mengakui semua lembaga pemerintahan di bawah langsung presiden itu pada umumnya diatur UU misalnya BNPT, BNN maupun badan lain.
Namun, bila isinya justru mencoba menafsirkan Pancasila, maka Arsul menolak melanjutkan pembahasan. Terlebih, hal tersebut telah mengalami penolakan berbagai elemen masyarakat.
"Kalau isinya itu menafsir pancasila atau mengatur tentang pemahaman tentang pancasila dan banyak elemen masyarakat itu menganggap sebagai penyimpangan, maka saya sekali lagi menekankan agar tidak usah dilanjutkan," kata dia.
Wakil Ketua MPR RI itu juga berkomentar soal demo yang digelar massa untuk menolak RUU HIP. Di satu sisi, Arsul menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Namun, ia berharap agar mereka tidak melakukan provokasi.
"Siapapun yg unjuk rasa itu punya kewajiban untuk jaga kantibmas, kewajiban untuk tidak memprovokasi atau terprovokasi oleh tindakan yang menyebabkan elemen masyarakat lain bereaksi," ujar Arsul menegaskan.
Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan DPR RI akan menelusuri Inisiasi asal terbentuknya RUU HIP. Pernyataan ini disampaikan Aziz saat merespons permintaan demonstran penolak RUU HIP yang datang ke DPR RI, Rabu (24/6).
"Dari aliansi ini kan memyampaikan untuk mengusut (inisiator), nah kami akan menelusuri, pimpinan dan menyepakati untuk melihat notulensi rekaman dan sebagainya," kata Aziz di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6).
Sekelompok Massa yang menamakan diri Aliansi Antikomunis (Anak NKRI) diketahui mendatangi DPR RI agar RUU HIP dicabut. Dalam salah satu poinnya, Anak NKRI yang dikomandoi sejumlah tokoh seperti Yusuf Martak, Habib Muhsin, Sobri Lubis dan sejumlah tokoh lainnya itu meminta agar inisiator RUU itu diproses hukum.
Dari permintaan itu, Aziz yang menemui mereka menyatakan akan mencoba melakukan penelusuran terlebih dahulu. Aziz mengatakan, dari penelusuran itu akan diketahui proses penyusunan RUU tersebut mulai dari naskah akademik hingga rancangan terbentuk.
"Bagaimana pembuatan dari naskah akademik menjadi RUU sampai muncul pasal 7 dan pasal 5 ayat 1 itu," jelas politikus Partai Golkar itu.
Pada Kamis (18/6), dalam forum rapat paripurna DPR, anggota Fraksi PDIP, Aria Bima, buka suara terkait pro-kontra yang mengiringi perjalanan RUU HIP. Ia menyampaikan kekecewaannya kepada fraksi partai politik di DPR yang tiba-tiba menolak RUU HIP.
Pasalnya, RUU HIP sudah disetujui di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR dan disepakati oleh kelompok fraksi (poksi) di dalamnya, untuk dibawa ke forum paripurna. Aria mengeklaim tidak ada fraksi yang menyatakan keberatannya agar RUU HIP disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.
“RUU itu inisiatif DPR, yang prosesnya berawal dari kesepakatan fraksi-fraksi yang muncul dari Baleg, yang dibawa ke paripurna, termasuk fraksinya Pak Habib Aboe Bakar (PKS),” ujar Aria di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/6).
Maka dari itu, ia mempertanyakan sikap fraksi lain yang tiba-tiba menolak RUU HIP dan menyalahkan pihak atau partai yang mengusulkan dan mendukung RUU tersebut. “Ini kan lucu. Dari proses di Baleg, pandangan dari poksi-poksinya juga menyetujui untuk dibawa ke paripurna. Tapi, seolah-olah di publik lepas tangan begitu saja,” ujar Aria.
Jikalau ingin membatalkan pembahasan RUU HIP, ia berharap agar prosesnya melewati mekanisme yang telah diatur. Jangan tiba-tiba membatalkannya ketika banyak pihak dan organisasi masyarakat yang menentang poin-poin yang berada di dalamnya.
“Saya mohon kepada pimpinan (DPR) untuk mengembalikan pada proses jalannya persidangan, bagaimana undang-undang itu perlu dimatangkan kembali,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR itu.