REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini, Jumat (26/6), Jawa Timur resmi menjadi provinsi dengan angka kumulatif kasus positif Covid-19 tertinggi se-Indonesia. Jatim pun mengalahkan sang 'juara bertahan', DKI Jakarta. Secara kebetulan, kondisi ini tercapai hanya selang satu hari setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerjanya ke Surabaya dan Banyuwangi, Jawa Timur pada Kamis (25/6) kemarin.
Dalam 24 jam terakhir, Jawa Timur menyumbangkan, penambahan kasus baru harian sebanyak 356 orang, sehingga jumlah keseluruhan kasus sebanyak 10.901 orang. Sementara DKI Jakarta mencatatkan penambahan kasus baru sebanyak 205 orang, sehingga angka kumulatif kasus di ibu kota sebanyak 10.796.
DKI Jakarta sendiri sudah menempati posisi pertama provinsi dengan kasus positif terbanyak sejak kasus Covid-19 pertama kali diumumkan pada awal Maret lalu. Sedangkan Jawa Timur mulai 'mengejar' angka kasus di ibu kota dalam satu bulan terakhir.
Dari grafik yang ditampilkan laman infocovid19 yang dikelola Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur, terlihat bahwa angka penambahan kasus harian di wilayah tersebut mulai naik signifikan pada 21 Mei 2020. Saat itu, jumlah kasus baru mencapai 451 orang dalam satu hari. Bahkan pada H-1 Lebaran, yakni 23 Mei 2020, penambahan kasus harian tembus 473 orang.
Sejak saat itu, kasus harian di Jawa Timur bertambah cukup tinggi setiap harinya. Meski angkanya tetap saja naik turun, namun trennya secara jelas menunjukkan peningkatan kasus yang tinggi di provinsi paling timur di Pulau Jawa Tersebut.
Perburukan kondisi di Jawa Timur pun mendapat perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam beberapa kali kesempatan, presiden menyampaikan bahwa pemerintah menaruh perhatian khusus kepada beberapa provinsi dengan kasus Covid-19 yang masih tinggi, termasuk Jawa Timur.
Dalam rapat terbatas pada awal Juni lalu misalnya, Jokowi secara khusus meminta Gugus Tugas, Kementerian, hingga TNI-Polri untuk memberikan perhatian khusus kepada daerah dengan angka kasus Covid-19 tertinggi selain DKI Jakarta, yakni Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Hingga pertengahan Juni, ternyata kondisi penularan Covid-19 di Jawa Timur tidak jauh membaik. Bahkan angka kumulatifnya terus mendekati DKI Jakarta, sebelum akhirnya susunan peringkat provinsi dengan kasus tertinggi berubah pada hari ini.
Presiden Jokowi pun memilih Kota Surabaya sebagai destinasi kunjungan kerja pertama di tengah new normal. Agenda kunjungan kerja yang dilakukan pada Kamis (25/6) kemarin tentu saja adalah membahas penanganan Covid-19 bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gugus Tugas Tingkat Provinsi, dan berdialog bersama 99 rumah sakit rujukan serta sejumlah pelaku industri alat kesehatan dan APD.
Dalam sambutannya di Gedung Grahadi Surabaya, Jokowi sempat mewanti-wanti bahwa Jawa Timur berada di jajaran provinsi dengan angka kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia. Kendati angka kesembuhannya juga tinggi, namun presiden tidak ingin hal tersebut menyurutkan tingkat kewaspadaan dan tekad untuk menekan angka penularan Covid-19.
Tak main-main, presiden memberi tenggat waktu dua pekan saja bagi Pemprov dan Gugus Tugas Jawa Timur untuk menekan angka penularan Covid-19 di wilayah tersebut. "Saya minta dalam waktu dua minggu ini pengendaliannya betul-betul kita lakukan bersama dan terintegrasi dari semua unit," ujar Jokowi.
Presiden juga memberi masukan agar penanganan Covid-19 fokus pada satu wilayah aglomerasi yang dipersempit, yakni Surabaya Raya yang mencakup Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, dan wilayah penyangga lainnya.
Fakta bahwa jumlah kasus positif Covid-19 di Jawa Timur 'berhasil' menyalip DKI Jakarta barangkali sudah bisa diprediksi sejak penambahan kasus di Jatim melonjak tajam. Momennya juga pas dengan kunjungan kerja presiden ke Jatim kemarin.
Namun yang perlu ditekankan adalah ultimatum Presiden Jokowi kepada pemangku kepentingan di Jawa Timur untuk menurunkan angka penularan harus dikejar dan dikawal. Salah satu yang perlu diperbaiki secara serius adalah kepatuhan masyarakat Kota Surabaya dan daerah lain di Jawa Timur dalam menjalankan protokol kesehatan.
Dalam paparannya di hadapan Presiden Jokowi, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sempat mengutip hasil survei yang digelar oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair).
Dalam survei tersebut ditemukan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat Surabaya Raya dalam menjalankan protokol kesehatan di tempat ibadah masih rendah. Untuk penggunaan masker misalnya, 70 persen masyarakat masih enggan mengenakannya. Sedangkan untuk penjagaan jarak, sebanyak 84 persen masyarakat tidak melakukannya.
Sementara di pasar tradisional, diketahui sebanyak 84 persen masyarakat tidak menggunakan masker dam 89 persen tidak melakukan jaga jarak.
"Ada juga di tempat tongkrongan, 88 persen tidak bermasker, 89 persen tidak jaga jarak. Ini hasil dari IKA FKM Unair," ujar Khofifah.
Mantan Menteri Sosial ini menambahkan, rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat Surabaya ini membuat pengendalian penularan Covid-19 di Surabaya jadi sulit dilakukan secara optimal. Hal ini terlihat dari sulitnya mempertahankan rt atau R0 terhadap waktu.
Parameter R0 atau dibaca Rnaught, memang digunakan pemerintah untuk mengkaji kondisi epidemiologi suatu daerah. Dalam kajian epidemiologi, R0 memberikan interpretasi mengenai seberapa parah proses penularan suatu penyakit. Bila R0 atau Rt di atas angka 1, maka //infection rate//-nya masih tinggi. Bila R0 atau Rt kurang dari 1, maka //infection rate//-nya terbilang rendah.
RT di Surabaya sendiri sempat berada di bawah 1, namun kembali naik setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berakhir. "Kami sempat mendapatkan kebahagiaan ketika tanggal 9 Juni (satu hari setelah PSBB Surabaya Raya berakhir) sebetulnya rate of transmission di Jawa Timur sudah 0,86 persen, tapi kemudian ada kenaikan kembali pada tanggal 24 kemarin menjadi 1,08 persen," ujar Khofifah.
Menanggapi hal ini, Jokowi pun meminta Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk mengirim masker sebanyak-banyaknya ke Kota Surabaya dan wilayah lain di Jawa Timur. Namun pasokan masker yang banyak sekalipun bisa jadi tak mempat apabila kesadaran masyarakatnya tak juga digenjot.
Dalam kondisi begini lah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Kota Surabaya, Gugus Tugas Jawa Timur, dan pemda di seluruh Jawa Timur punya pekerjaan rumah besar untuk menertibkan seluruh masyarakatnya dalam menjalankan protokol kesehatan.