REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Indef, Dradjad Wibowo, mengingatkan, Indonesia secara teknis terancam masuk ke resesi ekonomi pada kuartal 3/2020. Pada kuartal ini pertumbuhan akan nol atau negatif, yang artinya memasuki resesi ekonomi.
Hal ini disampaikan Dradjad menanggapi penjelasan BPS terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia. BPS menyebut pertumbuhan ekonomi nasional bisa terkontraksi lebih dalam ke kisaran minus 4,8 persen sampai minus 7 persen pada kuartal II 2020. Proyeksi tersebut lebih anjlok daripada perkiraan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang minus 3,1 persen-minus 3,8 persen pada kuartal II 2020.
"Wah, tinggi sekali ya perkiraan kontraksi ekonomi dari BPS untuk kuartal kedua 2020. Jauh lebih jelek dari perkiraan saya, bahkan dari perkiraan Menkeu," kata Dradjad saat berbincang melalui Whatsapp dengan Republika.co.id, Rabu (24/6).
Video Penjelasan Dadjad Wibowo terkait resesi ekonomi:
Sumber: republika/watsapp
Menurut Dradjad, berarti ada sesuatu yang salah besar dalam perekonomian Indonesia. Dia menjelaskan, PSBB di Indonesia tidak dijalankan secara disiplin. Masyarakat masih banyak yang melakukan kegiatan di luar. "Beda sekali dengan di Selandia Baru, Taiwan, Jerman, Italia, dan sebagainya. Di sana saat lockdown, ya benar-benar sepi. Jadi, wajar jika kontraksi ekonominya besar," ungkap Ketua Dewan Pakar PAN ini.
Dradjad menyebut dugaan awalnya benar, yaitu ada masalah korporasi yang serius dalam perekonomian Indonesia. Saat ekonomi melemah, masalah ini membuat kontraksi ekonomi lebih besar daripada semestinya.
Dradjad mengaku khawatir secara teknis Indonesia terancam masuk ke resesi ekonomi pada kuartal 3/2020. "Karena, jika benar minus 4,8-7 persen, dengan kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi, maka terdapat risiko yang cukup besar bahwa pertumbuhan kuartal 3/2020 nol atau negatif. Kalau itu terjadi, artinya kita memasuki resesi ekonomi," kata Dradjad.
Karena itu, Dradjad menyarankan, sudah saatnya pemerintah bertindak lebih disiplin dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini dari sisi kesehatannya, lalu jadikan sektor kesehatan sebagai salah satu motor pertumbuhan. "Jadikan APBN sebagai pemicu konsumsi rumah tangga, bukan dihamburkan untuk program-program bermasalah seperti Kartu Prakerja," katanya.