REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 soal kebijakan keuangan penanganan Covid-19. MK menilai gugatan yang diajukan oleh Din Syamsuddin dan kawan-kawan kehilangan objek setelah diundangkannya UU 2/ 2020.
"Menimbang bahwa dengan diundangkannya UU 2/2020 maka Perppu 1/2020 sudah tidak lagi ada secara hukum. Hal demikian berakibat permohonan para pemohon yang diajukan untuk pengujian konstitusionalitas Perppu 1/2020 telah kehilangan objek," ujar hakim konstitusi Aswanto dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (23/6).
Berdasarkan keterangan dari kuasa hukum presiden, Perppu 1/2020 yang mendapat persetujuan DPR untuk menjadi undang-undang telah disahkan oleh presiden pada 16 Mei 2020. Selanjutnya, produk hukum itu diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 18 Mei 2020 menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Undang-undang itu tercatat Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516. Mahkamah Konstitusi menyatakan kuasa hukum presiden telah menyerahkan dokumen berupa surat dari Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor B-184/Kemensetneg/D-1/HK.00.02/05/2020, bertanggal 18 Mei 2020, perihal "Permohonan Pengundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia", yang ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM.
Din Syamsuddin dalam permohonannya meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan angka 3, Pasal 27 dan Pasal 28 Perppu 1/2020 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Adapun permohonan uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang diajukan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA pun bernasib sama.