Ahad 21 Jun 2020 15:11 WIB

Ada Apa Dengan Puteri Indonesia Hingga RUU HIP?

ada apa dengan HIP

sketsa pembuatan lambang garuda Pancasila
Foto: wikipedia
sketsa pembuatan lambang garuda Pancasila

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Faozan Amar, Dosen Uhamka Jakarta dan Direktur Eksekutif Al Wasath Institute

Maret lalu, viral beredar video saat finalis Puteri Indonesia, tidak hapal lima sila dalam Pancasila, untuk menjawab pertanyaan dewan juri, ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Hal yang sama terjadi Maret 2013, saat calon anggota Mahkamah Konstitusi yang memiliki 9 gelar akademis, ternyata tidak hapal Pancasila, saat mengikuti fit and propher test menjawab pertanyaan Ahmad Basarah, anggota Komisi III DPR RI.

Padahal selama ini kita mengetahui bahwa parameter yang digunakan dalam pemilihan Puteri Indonesia adalah 3 B, yaitu: brain (kecerdasan), beauty (penampilan menarik), behavior (berperilaku baik). Begitupun juga calon Hakim Konstitusi tentu harus memahami Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Lantas, bagaimana mau memahami jika sila-silanya saja tidak hapal.

Apa yang dialami oleh finalis Puteri Indonesia dan juga calon hakim Mahkamah Konsitusi, barangkali hanyalah merupakan puncak dari gunung es tentang pemahaman masyarakat Indonesia terhadap Pancasila. Survei Kemendagri 2019, menyebut masih banyak warga di daerah yang tidak hafal Pancasila. Bahkan ada provinsi yang setengah dari penduduknya tidak hafal Pancasila.

Hasil survei Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) tahun 2018 menyebutkan terdapat 24 orang dari 100 orang yang tidak hafal setiap sila pada Pancasila. Survei KNPI 2016 menyebutkan, 40 persen mahasiswa tidak hapal Pancasila. Tentu ini menjadi keprihatinan kita semua.

Jadi, secara sosiologis telah terjadi amnesia bangsa terhadap Pancasila, yakni  mulai terjadinya proses deideologisasi pada masa Reformasi. Pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), pembubaran BP 7 dan penghapusan mata pelajaran Pancasila dari kurikulum dalam revisi UU Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003.

Hal ini menyebabkan dilupakannya Pancasila, sehingga hilang dari memori kolektif bangsa pada fase ; 1998-2018 (20 Tahun). Akibatnya, terjadi kevakuman Ideologi. Padahal pada zaman orde baru, meski ada penataran P 4 melalui Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP 7) menuai perdebatan, tetapi negara hadir untuk mengawal ideologi Pancasila. Presiden Jokowi mengisi kekosongan dengan membentuk Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila,  yang kemudian menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Akibat dari hilangnya Pancasila dalam memori bangsa Indonesia mengakibatkan masuk dan berkembangnya paham-paham ideologi lain, seperti : komunisme, liberalisme, ekstrimisme agama, dan sebagainya. Sejarah mencatat, komunisme  berkembang di Indonesia melalui PKI yang menjadi partai politik resmi mengikuti Pemilu 1955 dan menjadi pemenang ke empat pada era Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dari Masyumi. PKI juga melakukan pemberontakan antara lain melalui Gerakan 30 September tahun 1965.

Sehingga lahirlah Tap MPRS Nomor XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Diseluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme, yang masih tetap berlaku sampai sekarang, sesuai dengan ketentuan dalam Tap MPR No 1 Tahun 2003 yang dikenal dengan tap sapu jagat.

Di samping itu, pelarangan ajaran PKI juga diatur dalam Pasal 107a, 107b dan 107b Undang-Undang Nomor 27 tahun 199 tentang KUHP,  dimana bagi yang menganut dan menyebarkan komunis Hukumannya 12 – 20 tahun.  Sehingga dengan demikian tidak Ada ada lagi ruang untuk hidup bagi PKI. Namun masih ada masyarakat yang meyakini ideologi Komunis itu masih ada.

Tantangan eksternal lainnya adalah liberalisme. Ekonomi dalam konstitusi berasaskan kekeluargaan namun karena pengaruh liberalisme, sehingga diatur lewat ekonomi pasar bebas. Contohny kurs mata uang rupiah. Selain Itu ada juga ancaman narkoba, seks bebas, pernikahan sejenis di negara-negara lain seperti di negara barat, seperti Jerman, Amerika Serikat, Selandia Baru dan lain-lain. Di Asia misalnya, Taiwan telah melegalkan pernikahan sejenis. Sementara Thailand, Singapura masih dibahas oleh Parlemen.

Ada juga ekstrimise beragama, yang merupakan sikap intoleransi dan anti kebhinnekaan sampai pada terorisme. Hal ini antara lain tergambar dari : 1). Survei PPIM UIN Jakarta 2018 : yang menyebutkan 33% guru anjurkan perang wujudkan negara Islam, 2). Survei Alvara 2017 yang menyebutkan 19,4% Aparatur Sipil Negara sudah tidak setuju Pancasila, 3). Survei BNPT 2018, yang menyebutkan ada 7 kampus, yakni UI, IPB, ITB, Undip, Unair, ITS, dan UB yang terdidik. 4). Survei kebangsaan Badan Pusat Statistik 2015 yang menyebutkan 24 dari 100 orang Indonesia tidak hafal sila-sila Pancasila, dan 18 dari 100 orang tidak tahu judul lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Itulah adanya yang terjadi sehingga perlu ada undang-undang yang mengatur dan menjadi landasan hukum dalam pembinaan haluan ideologi Pancasila. Hal ini yang mendorong ketua MPR RI pada sidang paripurna MPR RI saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih masa jabatan 2019-2024 tanggal 20 Oktober 2019, menyampaikan gagasan tentang perlunya payung hukum yang kuat :  “Upaya pemantapan mental ideologi bangsa, Pemerintah telah membentuk suatu badan khusus bernama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018.

Hal ini menunjukkan komitmen kuat Presiden Joko Widodo dalam menjaga ideologi bangsa. Lebih daripada itu, ke depan kita perlu mempunyai payung hukum yang kokoh dalam bentuk sebuah Undang-Undang mengenai Pembinaan Ideologi Pancasila”.

Bak gayung bersambut, DPR RI sebagai lembaga yang salah satu tugasnya membuat undang-undang, memasukan RUU Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila yang kemudian berubah menjadi RUU HIP menjadi usulan resmi DPR, sehingga masuk dalam 50 RUU program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2020.

Namun sayang, ikhtiar dan tujuan mulia tersebut belum sepenuhnya diterima oleh publik. Sehingga proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU PIP) kini dihentikan setelah Presiden tidak mengeluarkan Surat Presiden untuk melanjutkan pembahasan  RUU HIP.

Semoga pada masa penundaan ini, Pemerintah dan DPR RI mampu mendengar dengan baik masukan-masukan masyarakat untuk memasukannya dalam Daftar Inventrasir Masalah (DIM). Sehingga, jika pada akhirnya disahkan sesuai dengan aspirasi masyarakat, yakni undang-undang yang bersifat teknis dalam upaya untuk melakukan pembinaan, internalisasi dan pemasyarakatan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan yang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement