REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Komunikasi Publik Gugas Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro mengatakan tes cepat Covid-19 tidak harus menyasar di semua kerumunan yang terjadi. Tes bisa dilakukan secara selektif.
"Ini hanya dilakukan apabila memang diperlukan," kata Reisa dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Jakarta, Sabtu.
Reisa menuturkan apabila suatu lokasi diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif Covid-19 maka tes cepat masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi. Sedangkan tes cepat secara massal sering dilakukan di beberapa tempat keramaian, seperti pabrik, pasar dan kantor dengan tujuan menapis atau skrining.
Tes cepat bertujuan untuk meminimalkan jika ada orang yang membawa virus, tapi tidak sakit dan kemudian bepergian secara bebas. Orang tanpa gejala itu tentu akan membahayakan anggota masyarakat lain, terutama kelompok rentan, seperti orang tua atau lansia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta.
"Tes cepat membantu kita menemukan orang yang harus dirawat agar segera sembuh dan tidak malah menimbulkan komplikasi dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus tapi tetap sehat," tuturnya.
Tes cepat juga penting dilakukan untuk menekan biaya sistem kesehatan, karena orang yang hasil tes cepatnya menunjukkan reaktif Covid-19 saja yang akan lanjut ke pemeriksaan laboratorium menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Meskipun saat ini, ada lebih dari 200 laboratorium yang siap melakukan uji PCR, tapi itu tetap terbatas jika harus melakukan semua tes karena jumlah masyarakat Indonesia yang begitu banyak, yakni sekitar 270 juta jiwa penduduk.
"Meski sudah banyak, mesin PCR kita tetap terbatas, jadi tidak mungkin dan tidak direkomendasikan seluruh penduduk di Indonesia ini dilakukan uji usap dengan mesin PCR," tutur Reisa.
Hasil tes cepat juga berguna untuk mengetahui prevalensi yang menjadi basis data epidemiologi terkait seberapa banyak orang di Indonesia yang telah dan sedang terkena Covid-19.