Sabtu 20 Jun 2020 11:06 WIB

Rencana Gabungkan Pendidikan Agama dan Warganegara Dikritik

Ada banyak nilai agama yang dapat diterapkan dalam kehidupan bernegara sehari hari

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Hiru Muhammad
Pendidikan agama pada anak (Ilustrasi)
Foto: Republika TV
Pendidikan agama pada anak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengkritik wacana pemerintah menggabungkan mata pelajaran Pendidikan Agama dengan Pendidikan Kewarganegaan (PKn). Syaiful menegaskan penyederhanaan kurikulum tidak boleh menghilangkan materi pilar pendidikan termasuk Pendidikan Agama.

"Kami menilai wacana pengabungan mata pelajaran pendidikan agama dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) kurang tepat karena kedua mata pelajaran ini mempunyai filosofi dan muatan yang tidak bisa mengantikan satu dengan lainnya,” kata Huda, dalam keterangan persnya kepada Republika, Jumat (19/6).

Politikus PKB tersebut menjelaskan dalam berbagai rumusan Undang-Undang Pendidikan dari periode ke periode selalu disebutkan adanya rumusan dasar maupun akar pendidikan nasional. Dari tiga UU Pendidikan Nasional yakni UU Nomor 4/1950, UU Nomor 2/1989, dan UU Nomor 20/2003, kebudayaan nasional dan nilai-nilai agama menjadi dasar serta akar dari sistem Pendidikan di tanah air. 

“Akar dan dasar dari pendidikan nasional ini pada tahapan selanjutnya menjadi rujukan untuk menentukan tujuan pendidikan, kebijakan, dan program Pendidikan nasional. Jadi tidak bisa materi pelajaran yang bersumber pada akar Pendidikan nasional kemudian dihilangkan atau digabung dengan materi lainnya,” ujarnya. 

Huda menegaskan bahwa materi Pendidikan Agama seperti nilai-nilai toleransi, nilai-nilai inklusivitas, dan sikap moderasi dalam kehidupan sangat diperlukan untuk ditanamkan bagi para peserta didik saat ini. Menurutnya materi-materi tersebut dinilai penting di tengah maraknya cara pandang keagamaan kaku dan keras yang muncul di Sebagian kalangan masyarakat akhir-akhir ini. 

“Agama bagi manusia Indonesia merupakan salah satu rujukan nilai, maka jangan sampai rujukan tersebut dipenuhi dengan cara pandang keagamaan yang sempit dan jumud. Sekolah bisa menjadi salah satu media untuk menyebarkan nilai-nilai agama yang ramah dan penuh kasih sayang,” ungkapnya. 

Begitu pula dengan materi PKn yang menurutnya merupakan perwujudan dari akar pendidikan yang mendasarkan pada Kebudayaan Nasional. Apalagi, imbuhnya, PKn diperlukan peserta didik untuk merawat nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai cinta tanah air. 

“Kebudayaan nasional merupakan endapan kegiatan dan karya manusia Indonesia. Pancasila merupakan salah satu perwujudan dari kebudayaan nasional yang menjadi konsensus kita sebagai sebuah bangsa. Nilai-nilai tersebut tetap butuh kita sampaikan pada anak didik kita,” katanya. 

Namun demikian, Huda mengapresiasi upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menyederhanakan kurikulum pendidikan nasional untuk lebih sesuai dengan situasi pandemik saat ini. Ia menyarankan agar Kemendikbud lebih berhati-hati agar jangan sampai draf pembahasan yang berisi kajian sensitif atau masih dalam proses penyusunan bocor ke publik. 

“Kita tidak ingin muncul kegaduhan dan persepsi macam-macam kepada pemerintah hanya karena persoalan tidak bisa menjaga kerahasiaan data,” ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement