Jumat 19 Jun 2020 14:17 WIB

Temuan KPK Soal Kartu Prakerja Diminta untuk Ditindaklanjuti

Terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Mas Alamil Huda
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) memberikan keterangan hasil kajian Program Kartu Prakerja, di Gedung KPK , Jakarta, Kamis (18/6). KPK menemukan sejumlah permasalahan dalam 4 aspek terkait tata laksana.
Foto: Prayogi/Republika
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) memberikan keterangan hasil kajian Program Kartu Prakerja, di Gedung KPK , Jakarta, Kamis (18/6). KPK menemukan sejumlah permasalahan dalam 4 aspek terkait tata laksana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR (Ketenagakerjaan) Saleh Partaonan Daulay menilai, temuan dan rekomendasi KPK soal Kartu Prakerja harus ditindaklanjuti. Dengan demikian, temuan tersebut semakin menjawab pertanyaan masyarakat.

"Apa yang disampaikan KPK tersebut sudah menjawab sebagian pertanyaan masyarakat. Ini adalah bagian dari program pencegahan yang dilakukan KPK. Walaupun sudah terlaksana tiga angkatan, namun temuan KPK ini tetap aktual dan layak untuk ditindaklanjuti," kata Saleh melalui pesan singkat yang diterima Republika.co.id, Jumat (19/6).

Sebelumnya, KPK mengumumkan hasil kajian terhadap program Kartu Prakerja. Ada sejumlah rekomendasi yang salah satunya menyoroti konflik kepentingan platform penyedia pelatihan Prakerja.

KPK meminta pemerintah meminta pendapat hukum atau legal opinion kepada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan delapan platform digital itu, apakah, kedelapan kerja sama platform itu termasuk dalam cakupan pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah. Mereka adalah Tokopedia, Bukalapak, Pijar Mahir, Sekolah.mu, Pintaria, Skill Academy, MauBelajarApa, dan Kementerian Tenaga Kerja.

"Terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam paparannya, Kamis (18/6).

Rekomendasi lainnya terkait penggunaan pengenalan wajah atau face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta. Dengan anggaran Rp30,8 miliar, kebutuhan tersebut dinilai tidak efisien. KPK menilai penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai.

Selanjutnya terkait dengan kurasi materi pelatihan. Menurut KPK, kurasi itu tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai, sebab pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan.

KPK juga meminta pelatihan yang sebenarnya sudah ada secara gratis di internet tak perlu dimasukkan dalam bagian dari Prakerja. Pelaksanaan pelatihan daring juga harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.

Menurut Saleh, sejak awal ia telah menyuarakan agar Kartu Prakerja tersebut dihentikan. Ia menilai, anggaran Prakerja itu bisa direalokasi untuk kebutuhan bantuan sosial di masa pandemi ini. "Dengan begitu, masyarakat dapat merasakan manfaatnya lebih luas," ujar Wakil Ketua Fraksi PAN ini.

Kalaupun Kartu Prakerja ini tetap dilanjutkan, Saleh menilai, sebaiknya seluruh masukan yang disampaikan DPR, KPK dan masyarakat perlu dijadikan sebagai referensi. Pandangan, masukan, dan kritikan yang disampaikan dinilai sangat penting.

Saleh melanjutkan, tidak hanya dari sisi rekrutmen peserta, tetapi juga menyangkut penunjukan platform, materi dan kurikulum, modul pelatihan, metode dan sistem pembelajaran, link and match dengan dunia usaha, dan hal-hal lain yang bersifat teknis.

“Program ini sebetulnya juga menyisakan masalah dari sisi pengawasan. Sebab, pelaksananya diberikan kepada PMO (program managment officer) yang berada di bawah menko perekonomian. Sementara, PMO tersebut tidak memiliki mitra kerja di DPR. Agak kesulitan jika diundang untuk rapat," ujarnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement