Kamis 18 Jun 2020 20:19 WIB

Ketika Laut Jakarta Dipenuhi Sampah APD

Kesadaran memilah sampah APD oleh masyarakat dinilai masih minim.

Sampah APD seperti masker seharusnya dibuang dengan seksama di tempatnya. Faktanya, sampah APD kerap ditemukan dibuang sembarang hingga berakhir sebagai sampah di laut.
Foto: EPA
Sampah APD seperti masker seharusnya dibuang dengan seksama di tempatnya. Faktanya, sampah APD kerap ditemukan dibuang sembarang hingga berakhir sebagai sampah di laut.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adysha Citra R, Puti Almas, Antara

Pandemi Covid-19 yang mengunci penduduk dunia untuk tinggal di rumah disebut sebagai momen memberikan Bumi haknya kembali bernapas. Data satelit sempat menunjukkan perbaikan kualitas udara di banyak kota dunia akibat mobilitas manusia yang ditekan.

Baca Juga

Tetapi upaya mengatasi Covid-19 dengan keharusan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) belum diikuti dengan kesadaran masyarakat. Buktinya, Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan perubahan komposisi sampah yang masuk ke Teluk Jakarta saat pandemi Covid-19 dengan adanya sampah APD, seperti masker dan pelindung wajah.

Tim teliti sampah LIPI melakukan studi di dua muara sungai di Jakarta selama pandemi Covid-19, yaitu di Cilincing dan Marunda, Jakarta Utara, yang menemukan jumlah sampah mengalami sedikit peningkatan, tapi berat sampahnya berkurang. Salah satu anggota tim peneliti LIPI, Intan Suci Nurhati, mengatakan sebelum pandemi sampah yang banyak ditemukan jenis plastik.

"Tapi semasa pandemi ini ada kategori baru yang di tahun 2016 tidak ada sekarang ada, itu adalah APD," kata peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI itu dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Greenpeace Indonesia di Jakarta, Kamis (18/6).

Tim LIPI itu telah melakukan penelitian di sembilan muara sungai di daerah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi pada 2016 termasuk di Cilincing dan Marunda. Dalam penelitian empat tahun lalu, ditemukan bahwa plastik adalah jenis sampah yang paling banyak masuk ke Teluk Jakarta sebesar 59 persen dari total sampah dengan kebanyakan berupa styrofoam.

Dalam perbandingan komposisi sampah di dua area tersebut selama periode Maret-April 2016 dan 2020 terlihat plastik masih mendominasi jenis sampah yang ditemukan. Tapi, pada 2020 sampah jenis APD mulai ditemukan.

"Jadi APD itu dulu tidak kami temukan tapi sekarang masker baik plastik maupun fabric (kain), hazmat, face shield itu malah menjadi 16 persen dari sampah plastik yang kami temukan. Yang tadinya nol jadi 16 persen," kata Intan.

Berdasarkan studi tersebut, Intan menegaskan, terjadi cukup lonjakan komposisi APD sebagai sampah yang masuk ke Teluk Jakarta dalam masa pandemi. Dia menyebut, data yang ada tersebut didapat dari lapangan dengan sumber sampah APD itu adalah manusia yang berada di daerah Jakarta dan sekitarnya.

Limbah APD yang dibuang ke laut bukan hanya terjadi di Indonesia. Kelompok aktivis lingkungan Prancis menemukan sampah-sampah masker dan sarung tangan karet bekas pakai di perairan Mediterania. Sampah-sampah APD ini terlihat di dasar perairan Mediterania dekat area penginapan French Riviera.

Kelompok aktivis Operation Clean Sea ini mengabadikan kondisi tersebut ke dalam sebuah video. Dalam video tersebut, dapat terlihat bagaimana masker dan sarung tangan karet tampak mengambang rendah di dasar laut bersama sampah-sampah lain seperti kaleng minuman dan puntung rokok.

"Kami merasa terkejut dan tidak senang ketika kami mulai melihat sarung-sarung tangan terkubur di tanah, (masker) terlihat seperti ubur-ubur, kami awalnya tidak menyadari apa itu," ujar Pendiri Operation Clean Sea Joffrey Peltier, seperti dilansir AP.

Legislator lokal tampak cukup terkejut melihat ada cukup banyaknya sampah APD bekas pakai yang mencemari perairan Mediterania. Legislator lokal tersebut berjanji akan memperketat denda buang sampah sembarangan sebagai solusi.

Peltier mengatakan, saat ini jumlah sampah masker dan sarung tangan karet bekas pakai di perairan Mediterania memang belum terlalu banyak. Akan tetapi, tanpa penanggulangan yang tepat sampah-sampah serupa akan semakin menumpuk.

"Semua sampah yang datang dari selokan akan berakhir di lautan," jelas Peltier.

Tak hanya di laut, petugas kebersihan di jalanan Paris juga mengeluhkan tingginya sampah masker di pinggir-pinggir jalan. Sampah-sampah masker bekas pakai ini tampak meningkat seiring dengan pelonggaran aturan beraktivitas di Prancis.

Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA) sudah pernah memperingatkan akan terjadi penambahan limbah infeksius di tengah pandemi Covid-19. Studi kasus berdasarkan data dari China, yang lebih dahulu menghadapi wabah yang disebabkan virus corona jenis baru itu, memperlihatkan terjadi penambahan limbah medis dari 4.902,8 menjadi 6.066 ton per hari.

Hal yang sama bisa terjadi di Indonesia seiring dengan bertambahnya kasus positif Covid-19. Limbah masker medis dan benda penyerta, seperti sarung tangan plastik sekali pakai yang diperkirakan jumlahnya sangat besar, kelak akan menjadi ancaman tersendiri bagi lingkungan apabila sejak dini tidak segera ditangani secara baik. Limbah masker sekali pakai saat ini mudah ditemui dibuang orang di sembarang tempat dalam kondisi utuh.

Masker sekali pakai yang dibuang sembarang tersebut telah menimbulkan kekhawatiran para pegiat lingkungan. Ketika orang membuang masker secara sembarangan, yang terjadi sulit untuk bisa membedakan penggunaan masker oleh orang dengan kondisi kesehatan baik atau pun sedang berpenyakit.

Masyarakat bisa mengantisipasi bercampurnya limbah masker dengan limbah rumah tangga dengan cara memilah limbah masker secara mandiri di rumah. Pemilahan limbah masker menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk mengantisipasi risiko penyalahgunaan limbah masker.

Masyarakat dapat memilah dan melakukan proses disinfeksi sederhana pada bekas masker. Caranya dengan merendam atau melakukan penyemprotan disinfektan, kemudian masker sekali pakai digunting untuk menghindari penyalahgunaan sebelum dibuang ke tempat sampah.

Limbah APD bukan masker, sarung tangan plastik pun menjadi masalah ketika dibuang sembarang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, orang-orang lebih baik mencuci dan membersihkan tangan daripada harus menggunakan sarung tangan plastik. Sebab, penggunaan sarung tangan justru menyebabkan bakteri dan kuman yang menempel di sana bisa menyebar ke orang lain.

Bagi siapapun yang menggunakan sarung tangan, maupun jenis APD lainnya di tempat umum dan ingin membuangnya, cobalah untuk terlebih dahulu membungkusnya dengan plastik yang bisa diikat dengan rapat. Setelah itu, bisa membuang sarung tangan tersebut di tempat sampah umum.

Namun, jika tidak dapat menemukan tempat sampah umum yang tepat, wajib membawa pulang APD tersebut dan membuangnya di tempat sampah yang tertutup. Setelah membuang perlengkapan pelindung apapun, setiap orang disarankan mencuci tangan dengan sabun secara menyeluruh, setidaknya selama 20 detik.

Tim peneliti LIPI menemukan masyarakat sebenarnya sudah mulai sadar pentingnya memilah sampah plastik meski masih sedikit yang benar-benar melakukannya. Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI merilis studi "Dampak PSBB dan WFH Terhadap Sampah Plastik" yang dilakukan melalui survei daring terhadap 1.000 responden di Jabodetabek dan enam provinsi lain dalam periode 20 April-5 Mei 2020.

"Isunya melihat di mana masa normal tersebar sampahnya di kantor, mal, ruang publik, tapi ketika PSBB dan WFH itu langsung menyatu di rumah," kata salah satu peneliti di tim itu, Intan Suci Nurhati.

Terutama untuk jenis sampah plastik dikhawatirkan terjadi penambahan jumlahnya dengan maraknya belanja online (daring) selama masa PSBB dan WFH. Survei itu menemukan bahwa Jabodetabek mengalami peningkatan belanja online 62 persen dan layanan antar siap saji 47 persen.

Frekuensi belanja bagi mayoritas warga Jabodetabek juga mengalami peningkatan dari 1-5 kali per bulan menjadi 1-10 kali belanja online per bulan semasa PSBB. Pembelanjaan itu tentunya menggunakan unsur berbahan plastik untuk pembungkusnya atau pengamannya dengan bubble wrap dan selotip untuk mengamankan paket.

Terkait sampah plastik yang dihasilkan selama PSBB dan WFH, seperti belanja online dan makanan siap saji, 98 responden melihat pentingnya memilah sampah plastik. "Tapi waktu kami tanya apakah Anda memilah plastik baru setengahnya. Jadi kita aware, tapi kita masih banyak yang belum melakukannya," kata dia.

Karena itu, Intan melihat adanya urgensi untuk mentransformasi kesadaran akan pentingnya memilah plastik menjadi aksi nyata. "Oleh karena itu, diperlukan kerja sama semua pemangku kepentingan untuk mewujudkannya dan perkembangannya juga harus tetap diukur," paparnya.

photo
Mencuci masker kain (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement